PERTUMBUHAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA ~ Sejarah Islam

PERTUMBUHAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA




A.      Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
1.      Masa masuk dan berkembangnya islam
a.       Akselerasi perkembangan Islam pada umumnya.
Sejarah telah mecatat bahwa semua agama baik agama samawi atau agama wad’i disiarkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut utusan Tuhan dan oleh para pengikutnya. Mereka yakin utusan Tuhan dan para pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan itu harus disampaikan kepada umat manusia untuk menjadi pedoman hidup. Para penyebar agama banyak yang menempuh perjalanan jarak jauh dari tempat kelahirannya sendiri demi untuk menyampaikan ajarannya. Missal Nabi Ibrahimberhijrah dari daerah Babylonia menuju Palestina Mesir dan Mekah. Nabi Musa ke Yerusalem, dan Nabi Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah. Para pemeluk agama menyebarkannya lagi ke tempat-tempat yang lebih jauh secara langsung atau secara bernting (estafet), sehingga agama-agama sekarang telah tersebar ke seluruh pelosok dunia.
Diantara agama-agama besar di dunia ini adalah Yahudi, Nasrani, Islam, Hindu dan Budha, tetapi yang paing luas dan paling banyak pengikutnya ialah Nasrani dan Islam. Hal tersebut tentu berhubungan dengan usaha penyiarannya oleh para pemeluknya.
Usaha penyiaran agama pasti menghadapi rintangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman yang berat. Itulah sebabnya maka kadang-kadang penyiaran suatu agama berjalan dengan lancer, kadang-kadang tersendat-sendat, kadang-kadang mengalami kemacetan walaupun tidak total.
Pengembangan dan penyiaran agama Islam termasuk paling dinamis dan cepat dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Hal tersebut diukur dengan kurun waktu yang sebanding dengan sikon, alat komunikasi dan transportasi yang sepadan. Catatan sejarah telah membuktikan bahwa Islam dalam waktu 23 tahun dari kelahirannya sudah menjadi tuan di negerinya sendiri., yaitu Jazirah Arabia. Pada zaman khalifah Umar bin Khattab Islam telah masuk secara peotensial di Syam Palestina, Mesir dan Iraq. Pada zaman Usman bin Affan, Islam telah masuk di negeri-negeri bagian timur sampai ke Tiongkok dibawa oleh para pedagang zaman dinasti Tang. Kesimpulannya ialah, bahwa dalam kurun waktu kurang dari satu abad dari kelahirannya, Islam telah tersebar jauh smpai ke Tiongkok, ke Afrika bagian Utara, ke Asia Kecil dan Asia bagian Utara (lembah sungai Everat dan Tigris). Sedangkan agama-agama lain memerlukan beberapa abad untuk dapat menyebar ke luar negerinya dalam jarak yang jauh dan daerah yang luas atau untuk menjadi tuan di negerinya sendiri.
Akselerasinya dan dinamika penyebaran Islam tersebut disebabkan adanya faktor-faktor khusus yang dimiliki oleh Islam pada periode permulaanya. Faktor-faktor positifitu antara lain ialah:
1)      Faktor ajaran Islam itu sendri. Ajaran Islam, baik akidah, syariah dan akhlaknya sudah mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat, dapat diamalkan secara luwes dan ringan, selalu memberikan jalan keluar dari kesulitan.
2)      Faktor tempat kelahiran Islam, yaitu Jazirah Arabia.
a)      Jazirah Arabia lokasinya sangat strategis yaitu di tengah persimpangan antara benua-benua Afrika, Eropa, Asia bagian Utara dan Asia bagian Timur. Bangsa-bangsa yang berada disekitar Jazirah Arabia itu sudah terkenal memiliki kebudayaan yang amaju, misalnya bangsa Mesir, Ethiopia, Syiria, Romawi Timur, Persia, India dan lain sebagainya. Dengan demikian maka Negara-negara pada empat penjuru angina itu terasa sama dekatnya dan penyebaran Islam dengan mudah sampai kepada mereka. Seandainya Islam itu lahir di ujung selatan benua Afrika atau ujung selatan benua Amerika, maka jalannya penyebaran agama tersebut tidak akan cepat dan mudah.
b)      Arabia itu disebut Jazirah (pulau) karena hamper seluruh tanahnya dikelilingi oleh perairan secara langsung. Yaitu oleh Laut Tengah, Laut Merah, Samudra India, Teluk Parsi (Teluk Arab) dan sungai besar yaitu Everat dan Tigris. Walaupun demikian Jazirah Arabia mempunyai hubungan darat dengan benua-benua sekitarnya. Dengan demikian maka hubungan antara Arabia dengan dunia luar dapat ditempuh dengan jalan laut dan darat. Sejak zaman dahulu kafilah Arab melalui darat dan melalui laut sudah termasyuhur. Diriwayatkan bahwa pada zaman Nbi Sulaiman dan Iskandar Zulkarnain, orang Arab banyak yang dijadikan awak kapal mengarungi lautan yang luas. Dan kafilah Arab melintasi jalan raya darat yang tertua yaitu Khaibar Pass yang menghubungkan Timur Tengah dengan Tiongkok. Pada hal menurut L.Stoddard bahwa orang-orang Eropa sampai abad pertengahan belum memahami arti yang sebenarnya dari lautan dan pelayaran di samudra luas. Faktor demikian ini ikut memberikan akselerasi dan dinamika bagi penyebaran Islam pada periode permulaannya.
c)      Arabia terdiri dari daerah padang pasir dan gunung-gunung batu yang tandus. Hanya sebagian kevil saja daerah yang subur. Keadaan yang demikian itu, memaksa kepada penduduknya untuk mencari penghidupan dengan jalan perdagangan. Pertanian dan peternakan tidak dapat mencukupi kebutuhan minimal dari penduduknya. Sejak dahulu orang Arab sudah biasa melakukan perjalanan ke luar negerinya untuk kepentingan perdagangan. Nabi Muhammad pada waktu masih muda pernah pergi ke luar negeri dua kali ( ke negeri Syam) untuk berdagang. Perdagangan dikuasai oleh bangsawan suku Quraisy yang berkuasa di bidang politik dan ekonomi. Al-Qur’an surat Quraisy memberikan makna yang berlatar belakang kehidupan perdagangan penduduk Makkah pada zaman itu. Hijrah yang pertama kali dilakukan oleh umat Islam ialah ke negeri Habasyah (Ethiopia) di Afrika. Negeri Habasyah sudah dikenal oleh orang Arab karena termasuk tujuan perdagangan. Begitu juga Nabi Muhammad menyebut negeri Tiongkok dalam hubungannya dengan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan, ada hubungannya dengan perdagangan yang sudah terjalin antara Tiongkok dengan negeri Timur Tengah. Bersamaan dengan perjalanan dagang yang dilakukan oleh orang Arab itulah gama Islam ikut tersiar keluar daerah Makkah. Kaum pedagang adalah yang paling sering berhubungan dengan orang atau bangsa-bangsa lain. Mereka pada umumnya mempunyai sikap yang ramah tamah dan dinamis. Faktor positif demikian itu ikut mempercepat tersiarnya agama Islam. Seandainya Islam yang pertama itu turun pada kaum petani ditanah yang subur, maka perkembangan Islam tidak akan secepat itu. Kaum petani di daerah itu yang dengan sendirinya sifatnya menetap akan mengakibatkan perkembangan Islam tidak akan secepat itu. Kaum petani di daerah subur mempunyai keenderungan tidak banyak merantau dan tidak sering berhubungan dengan bangsa-bangsa asing.
d)     Ikllim Jazirah Arabia pada umumnya panas dan kering. Pada waktu musim panas suhu udara di siang hari mencapai 50˚C atau lebih. Perbedaan antara suhu udara siang dengan suhu udara malam agak besar. Oleh karena itu bangsa Arab di Jazirah Arabia sudah terbiasa hidup di dalam suhu udara yang bermacam-macam, baik udara panas, sedang dan udara dingin. Kondisi seperti tersebut sangat besar artinya bagi para mubaligh Islam angkatan pertama itu. Mereka apabila dikirim ke luar daerah atau ke luar negeri tidak akan mengalami kesulitan tentang iklim, sehingga mereka tidak terganggu kesehatan rohani dan jasmaninya. Mereka dapat bertahan dan mudah menyesuaikan diri dengan iklim di daerah baru tempat mereka menyiarkan agama Islam.

b.      Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
Ada dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia mudah dikenal oleh bangsa-bangsa lain, khususnya oleh bangsa-bangsa di Timur Tengah dan Timur Jauh sejak dahulu kala, yaitu:
1)      Faktor letak geografisnya yang strategis, Indonesia berada dipersimpangan jalan raya Internasional dari jurusan Timur Tengah menuju Tiongkok, melalui lautan dan jalan menuju benua Amerika dan Australia.
2)      Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperuan hidup yang dibutuhkan bangsa-bangsa lain, misalnya: rempah-rempah.
Oleh karena itulah maka tidak mengherankan jika masuknya Islam di Indonesia ini terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahiranmya. Harus dibedakan antara datangnya orang Islam yang pertama di Indonesia dengan permulaan penyiaran Islam di Indonesia. Suatu contoh: sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu orang Yahudi yang menetap dan berdagang di kota-kota besar di Indonesia. Tetapi sampai sekarang tidak pernah ada gerakan penyiaran agama Yahudi di Indonesia. Sehingga orang menganggap bahwa agama Yahudi belum masuk ke Indonesia.
Jika agama Islam dalam arti para pedang Islam telah masuk di Tiongkok pada zaman Khalifah Usman bin Affan, maka tidak mustahil ada pedagang Islam yang mampir atau menetap di Indonesia sekitar zaman itu., mengingat letak Indonesia dilalui oleh mereka yang akan pergi ke Tiongkok lewat lautan. Tetapi ilmu sejarah tidak cukup hanya berdasarkan perkiraan atau hipotesa belaka. Ilmu sejarah memerlukan bukti-bukti yang otentik tentang permulaan masuknya Islam di Indonesia, sehingga sampai sekarang masih mengalami kesulitan-kesulitan yang prinsip, antara lain:
a)      Buku-buku sejarah Indonesia banyak yang ditulis oleh orang-orang Belanda pada zaman pemerintahan Belanda menjajah Indonesia. Ada dua macam keberatan terhadap buku-buku tersebut. Pertama, penulisnya adalah orang-orang yang tidak senang kepada Islam dan kepada bangsa Indonesia. Kedua, masa penyelidikannya sudah lama sehingga sudah ketinggalan waktu, yakni sudah ada bukti-bukti lain yang dikemukakan oleh penulis Belanda. Namun demikian kita tidak boleh aprori menolak semua pendapat dari mereka.
b)      Buku-buku sejarah yang ada sering mengemukakan bukti berupa cerita rakyat yang hidup dan dipercayai oleh orang banyak sejak dahulu hingga sekarang. Ibarat Hadist Nabi Muhammad SAW yang nilainya masyhur atau mutawattir dapat dijadikan dalil atau bukti. Padahal diantara cerita rakyat yang sudah masyhur itu kadang-kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Beberapa pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut: Bahwa kedatangan Islam pertama di Indonesia tidak identic dengan berdirinya kerajaan Islam pertam di Indonesia. Mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah para pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak ambisi langsung mendirikan kerajaan Islam. Lagipula di Indonesia pada zaman itu sudah ada kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang banyak jumlahnya dan berkekuatan besar. Jadi masa tenggang antara kedatangan orang Islam pertama di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama adalah sangat lama.
Orang Islam dimanakah yang pertama datang dan berdakwah Islam di Indonesia? Dan pada abad berapa?
Ada beberapa teori untuk menjawab pertanyaan tersebut, antara lain sebagai berikut:
1)      Yang datang pertama kali ialah mubaligh dari Persi (Iran), pada pertengahan abad 12 M. Alasannya karena kerajaan Islam pertama di Indonesia bernama Pasa (Pasai) berasal dari Persi. Di tambah dengan kenyataan bahwa orang Islam Indonesia sangat hormat kepada keturuana sayid atau habib yaitu keturuana Hsan dan Husen putera Ali bin Abi Thalib.
2)      Yang datang pertama kali ialah mubaligh dari India Barat, tanah Gujarat. Alasannya, karena ada persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari mubaligh yang oleh Belanda dianggap sebagai kuburan orang-orang Islam yang pertama di Indonesia.
 Dua macam pendapat diatas sekarang sudah dianggap lemah. Kelemahan pendapat pertama ialah: Kata Pase (Pasai) bukan dari kata Persi, tetapi kata Pasir. Karena di daerah tersebut tanahnya bercampur dengan pasir. Orang Aceh menyebut kata pasir dengan ucapan Pase. Adapun kehormatan yang diberikan kepada para sayid oleh orang Islam Indonesia itu bukan pengaruh madzhab Syiah. Dalam madzhab Sunny (Ahli Sunnah Wal Jama’ah) juga ada ajaran tentang penghormatan kepada keluarga Nabi Muhammad SAW yang disebut Ahlul Bait. Umat Islam Indonesia menghormati semua khalifah termasuk Ali bin Abi Thalib. Sedangkan orang Syiah tidak menghormati kecuali Ali bin Abi Thalib saja. Ditinjau dari letak geografisnya, Persi dengan Indonesia tidak mempunyai hubungan yang langsung dan ramai dibandingkan dengan Arab, India dan Indonesia.
Kelemahan pendapat yang kedua yang mengatakan bahwa mubaligh pertama datang dari Gujarat terletak pada ketermukannya bukti-bukti baru yang lebih kuat yang menyatakan bahwa mubaligh pertama dalah orang-orang Arab. Thomas W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam mengatakan bahwa pada abad ke 7 M di pantai baratpulau Sumatra sudah dipadati suatu kelompok perkampungan orang-orang Arab. Telah terbukti pula adanya kuburan orang Arab di Baros, terletak antara Tapanuli dan Aceh. Adapun kerajaan Pase di Aceh menurut pendapat sarjana Belanda bernama “Mosens”, bahwa daerah itu sudah merupakan pusat perniagaan yang ramai antara India dan Tiongkok sejak abad ke 5 M. Jadi, bukan tempat baru yang muncul secara mendadak mejadi kerajaan Islam. Orang Islam pertama tinggal di Pase. Jika kita menghubungkan dengan sejarah masuknya Islam di Tiongkok, yaitu pada zaman Khalifah Usman bin Affan pada zaman dinasti Tang dan pedagang Islam bangsa Tiongkok sendiri sudah dominan di daerah Canton pada abad ke 2 H/ 8 M dan para ulam Islam bangsa Tiongkok pada zaman itu sudah menjadi khotib dan imam jum’at, maka tidak mustahil jika pada abad ke 7 M/ 1 H sudah ada orang Arab Islam yang masuk di Indonesia mengingat letak geografis Indonesia berada di tengah perjalanan antara Timur Tengah dengan Tiongkok. Sedangkan hubungan dagang antara Arab-Tiongkok sudah berjalan ramai sejak berbad-abad sebelum datangnya Islam.
Seminar masuknya agama Islam di Indonesia yang di selenggarakan di Medan pada tahun1963 menyimpulkan sebagai berikut:
1)      Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad ke 7 M/ 1 H dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari negeri Arab.
2)      Daerah yang pertama dimasuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu daerah Baros, tempat kelahiran ulama besar bernama ialah di Pase.
3)      Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif mengambil bagian yang berperan, dan proses itu berjalan secara damai.
4)      Kedatangan Islam di Indonesia ikut mencerdaskankan rakyat dan membina karakter bangsa. Karakter tersebut dapat dibuktikan pada perlawanan rakyat melawan penjajahan bangsa asing dan daya tahannya mempertahankan karakter tersebut selama dalam zaman penjajahan Barat dalam waktu 350 tahun.
Jika termasuk orang Islam yang pertama di Indonesia itu ditetapkan pada abad ke 1 H, maka mereka itu dalam pengamalan agamanya beraliran Al-Salaf al Saleh (Golongan angkatan pertama = terdahulu yang saleh). Pada abadke 1 H belum dikenal adanya madzhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hambali.
Dapatlah di bayangkan bagaimana sikap kepribadian para penyiar Islam yang pertama di Indonesia itu dengan mengingat tiga hal yaitu:
a)      Mereka adalah angkatan umat Islam ke 1 H Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa : sebaik-baik abad adalah abad saya, kemudian abad berikutnya.
b)      Mereka pada umumnya adlaah para pedagang dan perantau. Pada umumnya pedagang perantau bersikap ramah, ulet bekerja dan sederhana.
c)      Mereka datang sebagai golongan minoritas yang tidak bersenjata
Faktor tersebut menunjang keberhasilan dan kecepatan pengembangan Islam periode pertama itu. Dengan modal kepribadian tersebut para mubaligh Islam itu berdakwah kepada rakyat awam dan kepada para penguasa pemerintahan sekaligus, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad mengajarkan agama Islam kepada kaum awam yang lemah, kepada kaum bangsawan kabilah dan kepada raja-raja. Ia mengajarkan agama Islam dimana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh formalitas waktu dan tempat tertentu. Materi pelajarannya mula-mula sekali ialah kalimat Syahadat. Barangsiapa sudah bersyahadat berarti ia sudah menjadi warga Islam. Demikianlah gambaran dari aktivitas mubaligh pertama di Indonesia.
Proses pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam yang pertama melalui bermacam-macam kontak, misalnya: kontak jual beli, kontak perkawinan dan kontak dakwah langsung, baik secara individual maupun kolektif.
B.       Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara
1.    Zaman Kerajaan Islam di Aceh
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
a.       Letaknya yang strategis dalam hubungan dengan jalur Timur Tengah Tiongkok.
b.      Pengaruh Hindu-Budha dari kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak bergitu berakar kuat dikalangan rakyat Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.
Proses antara masyarakat Islam menjadi kerajaan Islam yang berkuasa secara politis menempuh masa dan waktu yang lama. Hal ini dibuktikan bahwa masuknya Islam yang petama pada abad ke-7 M. Sedangkan kerjaan Islam yang pertama baru berdiri pada abad ke-10 M. Rupanya masyarakat Islam tidak begitu ambisi untuk merebut kekuasaan politik sehingga penyiaran Islam berjalan dengan damai dan wajar.
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Pase atau kerajaan Samudera di daerah Aceh yang berdiri pada abad ke-10 M dengan rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua Al Malik Al Shaleh dan yang terakhir Al Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/abad ke-15 H).
Pada tahun 1345 M Ibnu Batutah dari Maroko, mengelilingi dunia dan singgah di kerajaan Pase pada zaman Al Malik Al Zahir, keadaan di kerajaan Pase itu, dimana rajanya sangat alim dalam ilmu agama dan mazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu Asar serta fasih berbahasa Arab. Cara hidupnya sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kepada sistem pendidikan yang berlaku di kerajaan Pase sebagai berikut:
a.       Materi pendidikan dan pengajaran di bidang syariat ialah Fiqh Mazhab Syafi’i.
b.      Sistem pendidikannya secara formal berupa majelis taklim dan halaqah.
c.       Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama.
d.      Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.
Kerajaan Islam yang kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama adalah Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pase dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang raja Pase kawin dengan puteri raja Perlak.
Marco Polo warga Italia mengelilingi dunia, pernah singgah di Perlak tahun 1292 M. Ia melaporkan bahwa ibu kota Perlak ramai dikunjungi pedagang Islam dari Tiimur Tengah, Persia dan India.
Raja yang keenam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin, adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam. Suatu lembaga majlis taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi. Misalnya Kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i, dan lain-lain.
Dari Pase dan Perlak ini, dakwah Islam disebarkan ke negeri Malaka, Sumatera Barat dan Jawa Timur.
Seorang raja Malaka bernama Pramasywara diambil menjadi menantu oleh raja Pase. Dialah raja Malaka yang pertama beragama Islam dan bermazhab Syafi’i, dan berganti nama Sultan Iskandar Syah. Oleh karena itu raja sudah beragama Islam, maka berbondong-bondonglah rakyat mengikuti jejak sang raja. Kebijakan raja Pase tersebut pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad yang pernah memperistri keluarga dari suatu kafilah yang berpengaruh untuk maksud dakwah Islam. Masuknya Islam ke Malaka mempunyai arti yang penting sehubungan dengan fungsi Malaka sebagai pusat perdagangan internasional terbesar di daerah Asia Tenggara. Dari Malaka, Islam dapat tersebar ke daerah lain melalui perdagangan. Antara lain masuk ke Jawa. Jadi Islam di Jawa dibawa oleh muballig dari Aceh dan dari Malaka.
Islam untuk pertama kali masuk ke Jawa pada abad 14 M, (tahun 1399 M) dibawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik. Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada zaman itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit bernama Sri Kertabumi mempunyai isteri yang beragama Islam bernama puteri Cempa. Kejadian tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam. Ternyata Puteri Cempa itu melahirkan putera bernama Raden Fatah yang menjadi raja Islam yang pertama di Jawa (Demak). Munculnya kerajaan Islam yang pertama itu bukan disebabkan agresi agama Islam terhadap agama Hindu yang dipeluk oleh Kerajaan Majapahit, tetapi disebabkan kelemahan dan kehancuran Majapahit dari dalam setelah wafatnya Gajah Mada dan raja Hayam Wuruk.
Prof. M. Yamin dan Prof. N. J. Krom melukiskan keruntuhan Majapahit itu sebagai berikut: “Keruntuhan Majapahit didahului oleh kelemahan pemerintah pusatnya yang disusul oleh perang saudara di antara yang disusul perang saudara diantara ahli warisnya. Misalnya: Perang antara Bre Wirabumi dengan puteri mahkota Kusumawardhani. Perang saudara di Majapahit berkepanjangan selama 30 tahun melibatkan 6 orang ahli waris dari Hayam Wuruk. Keruntuhan itu bukan disebabkan oleh agama Islam lawan agama Hindu. Kehadiran kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru yang membawa harapan. Kerajaan Islam itu diharapkan sebagai kekuatan baru yang akan mehalau segala bentuk penderitaan lahir dan batin dan akan mendatangkan kesejahteraan. Rakyat Majapahit sudah mengenal agama Islam jauh sebelum kerajaan Demak berdiri. Bahkan kerajaan Brawijaya sendiri kenal agama Islam melalui puteri Cemapa yang selalu bersikap ramah dan damai.
Raden Fatah bergelar Sultan Alamsyah Akbar, pada dasarnya melanjutkan warisan ayahnya Kertabumi dan menyelamatkannya dari kehancuran total karena perang saudara yang berkepanjangan. Kertabumi tidak dibunuh tetapi diboyong ke Demak.
Dakwah di Jawa makin memperoleh bentuknya yang lebih mantap dengan adanya pimpinan yang disebut Walisongo (sembilan tokoh pemimpin dakwah Islam di Jawa).
2.      Tentang Walisongo
Adanya hubungan timbal balik antara peranan Walisongo dengan kerajaan Demak dibidang dakwah Islam, yakni berdirinya kerajaan para wali. Raden Fatah menjadi Raja adalah atas keputusan para wali juga. Pada tahun 1476 Raden Fatah mendirikan pondok pesantren Gelagah Arum yang menjadi Kota Bintoro serta mendirikan organisasi dakwah bernama Bayangkari Islam. Diantara kitab agama peninggalan zaman itu ialah usul 6 Bis (Bismillah) Peimbon, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga dan Wasito Jati Sunan Geseng. Sebaliknya kerjaan Demak memberikan bantuan yang besar kepada dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali.
Kata wali berasal dari bahasa Arab = kekasih, = penguasa. Dalam Al-Qur’an banyak terdapat kata walli yang berarti kekasih. Misalnya surat Yunus ayat 62-63, Al-Baqarah ayat 257, Ali Imron ayat 68, Al-Jatsiyah ayat 19, As-Sajadah ayat 4, Asy-Syura ayat 9 dan lain sebagainya. Ayat-ayat tersebut menggambarkan tentang adanya orang-orang yang sangat taat beribadah kepada Allah, sehingga mereka disebut kekasih Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana hubungan antara pihak kekasih dengan yang mengasihi.
Para Walisongo ditinjau dari kepribadian dan perjuangan dakwahya termasuk kekasih Allah. Ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam kerajaan Demak, mereka adalah para penguasa pemerintah. Oleh karena itu mereka mendapat gelar susuhunan (Sunan), yaitu sebagai penasihat atau pembantu raja. Dengan demikian maka sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat umum dan kalangan pemerintah.
Adapun Walisongo itu adalah:
a)      Maulana Malik Ibrahim = Maulana Syekh Magribi.
b)      Sunan Ampel = Raden Rahmat.
c)      Sunan Bonang = Maulana Ibrahim.
d)     Sunan Derajat = Raden Qasim.
e)      Sunan Giri = Raden Paku = R. Ainulyaqin.
f)       Sunan Kudus = R Amin Haji = Ja’far Sidiq
g)      Sunan Muria = Prawoto =R. Said.
h)      Sunan Kallijaga = R. Syahid.
i)        Sunan Gunung Djati = R. Abd. Qadir = Syarif Hidayatullah = Falatehan = Fatahillah.
Maulana Malik Ibrahim berhasil mencetak kader muballig selama 20 tahun. Wali-wali lainnya adalah murid dari Maulana Malik Ibrahim yang di gembleng dengan pendidikan pondok pesantren. Antara Malik Ibrahim dengan para wali yang lain atau antara para wali itu sendiri selain diikat oleh hubungan pendidikan juga diikat oleh hubungan kekeluargaan, yaitu dengan cara menjadi besan, menantu atau ipar. Sistem seperti ini juga pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sunan Ampel mewarisi pondok pesantren ayahnya yaitu Malik Ibrahim. Sunan Ampel diambil menantu oleh penguasa Tuban bernama Ario Tejo. Disini dapat disimpulkan adanya hubungan mesra antara ulama dengan umara. Hubungan itu dijalin dengan dakwah. Selain daripada itu Ario Tejo membutuhkan bantuan R. Rahmat yang besar wibawanya yang dapat mengamankan daerah Tuban, Gresik dan Surabaya, sebagai daerah kunci kemakmuran negara. Diantar murid Sunan Ampel ialah R. Fatah putra raja Majapahit terakhir. Sunan Ampel ikut mensponsori dan mendesain berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Demak.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel. Sunan Bonang menaruh perhatian yang besar pada bidang kebudayaan dan kesenian. Daerah operasinya ialah antara Surabaya dan Rembang. Beliau mengarang lagu-lagu Gending Jawa yang berisi tentang keislaman, antara lain tembang Mocopat.
Sunan Derajat alias R. Qasim alias Syarifuddin adalah putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang menjadi penasihat dan pembantu R. Fatah dalam pemerintahan. Perhatiannya secara khusus ditujukan kepada kesejahteraan sosial dari para fakir miskin, mengorganisir amil, zakat, dan infak. Beliau menganjurkan hidup sederhana dan selalu tirakat, baik kepada santrinya, kepada rakyat, dan kepada para pembesar negara Demak.
Sunan Giri alias R. Paku, yang dari nama gelarnya, Paku, dapat dimengerti tentang kepribadiannya sebagai stabilisator. Namanya yang lain Ainulyaqin. Ia adalah saudara sepupu Sunan Ampel. Ayahnya berdarah ulama (Maulana Ishaq) dan ibunya berdarah bangsawan (Putri Belambangan). Beliau diambil menantu oleh Sunan Ampel.
Sunan Giri menitikberatkan kegiatannya di bidang pendidikan. Dalam hal susunan materi pengajaran ia mengadakan kontak dengan kerajaan Pase di Aceh yang berhaluan ahlisunnah mazhab Syafi’i. Ke pondok pesantrennya berdatangan santri-santri dari daerah Indonesia bagian Timur dan Kalimantan. Dengan demikian maka Sunan Giri berfungsi sebagai pemersatu Indonesia di bidang pendidikan Islam. Ia menjadi utusan para wali menghadapi Syekh Siti (Sidi) Jenar yang mengajarkan ilmu tasawuf kepada orang-orang yang masih awam. Kesimpulan pendapat Sunan Giri ialah bahwa Syekh Siti Jenar adalah kafir bagi manusia dan mukmin bagi Allah. Pendapat seperti tersebut seolah-olah menjadi paku yang menstabilkan kekisruhan pada waktu itu.
Sunan Kudus alias R. Amin Haji menantu Sunan Bonang (namanya lainnya Syekh Jafar Al-Sadiq) mendalami ilmu syariat. Tugasnya menjadi hakim tinggi di Demak dan menjadi pangliima militer bidang hukum syariat yang mendapat perhatian lebih khusus adalah bidang muamalat.
Sunan Muria alias R. Prawoto alias R. Said menjadi ipar Sunan Kudus. Ia terkenal zuhud dan menjadi guru tasawuf yang terkenal pendiam, tapi pandangan dan fatwanya sangat tajam. Tempat tinggalnya terpencil di kaki gunung Muria, sunyi dan jauh dari keramaian. Tempat seperti itu memang disenangi oleh orang sufi yang menjalankan tariqat.
Sunan Kalijaga alias R. Syahid, ipar dari Sunan Ampel, beristerikan saudara Sunan Giri. Jadi, tiga orang wali itu dijalin dalam satu guru dan bersaudara ipar. Sejak kecilnya ia hidup dikalangan keluarga di Istana Temanggung. Ario Tejo alias Adipati Wilwatikto di Tuban. Ia dididik dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran, khususnya di bidang angkatan laut. Ia ahli di bidang pembuatan kapal laut yang dibuat dari kayu jati. Ia membuat salah satu tiang pokok masjid Demak dari potongan-potongan kayu jati yang disusun rapi dan kuat.
Dakwah Sunan Kalijaga terutama ditujukan kepada golongan tani dan buruh. Dalam susunan pemerintahan Demak, susunan ini diserahi bidang penerangan dan pemerintahan dalam negeri. Pola tata kota diseragamkan, dengan pusat kota sebuah lapangan yang disebut aloon-aloon. Kediaman kepala pemerintahan (bupati) mengahap ke aloon-aloon. Begitu juga masjid jami’nya. Hal itu melambangkan perpaduan antara rakyat (aloon-aloon) dengan pemerintah dan alim ulama. Hubungan antara ulama dan umara itu dirumuskan oleh Sunan Kalijaga dengan kalimat Sabdo Pandito Ratu.
Sunan Kalijaga mengadakan perjalanan turba dikalangan rakyat di daerah-daerah di luar ibu kota kerajaan Demak. Ia berdakwah dengan sarana pertunjukan wayang kulit. Anak  wayang kulit bukan lukisan manusia yang sebenarnya. Karena perbuatan menggambar (melukis) manusia pada zaman itu tidak di sukai oleh ulama Islam (lihatlah roman muka, ukuran tangan dari pada anak wayang kulit itu). Cerita wayang berasal dari buku Mahabarata yang oleh Sunan Kalijaga dimasukan nafas Islam. Misalnya Pandawa lima hubungannya dengan rukun Islam yang lima dan shalat lima waktu.
Sunan Gunung Djati alias R. Abdul Qadir alias Syarifhidayatullah atau Fatahillah atau Falatehan (Fatahillah = Fatehullah = mendapat kemenangan dari Allah) telah mendapat kemenangan dalam merebut kota Jakarta dari tangan Portugis pada tahun 1527 M. Ia adalah putra Maulana Ishaq dan adik Sunan Giri, lain ibu. Ibunya berasal dari Arab suku Quraisy. Ia menjadi menantu dari Sultan Demak dan diangkat menjadi penguasa Jawa Barat yang berkedudukan di Cirebon. Ia adalah tokoh politik, militer dan ulama dan menjadi raja muda Cirebon dan Banten di bawah lindungan Demak. Pada usianya yang sudah mulai lanjut, Sunan Gunung Djati memimpin pondok pesantren di Cirebon. Bidang pemerintahan diserahkannya kepada putranya Sultan Hasanuddin yang berkedudukan di Banten. Pangeran Jayakarta saudara Sultan Hasanuddin serahi wilayah Jakarta sekarang.
Jadi Walisongo adalah orang-orang shaleh yang ditingkat takwanya pada Allah sangat tinggi, pejuang dakwah Islam dengan keahlian yang berbeda. Ada yang ilmu tasawufnya, ada seni budayanya, ada yang memegang pemerintahan dan militer secara langsung. Semuanya diabdikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.
3.      Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk di Maluku dibawa oleh muballig dari Jawa sejak zaman Sunan Giri dan dari Malaka. Raja Maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan Ternate bernama Marhum pada tahun 1465-1486 M. Atas pengaruh Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan dan dakwah Islam ialah Sultan Zainul Abidin, tahun 1486-1500 M. Dakwah Islam di Maluku mengahadapi dua tantangan, yaitu yang datang dari orang-orang yang masih animis dan dari orang-orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku. Sultan Sairun adalah tokoh yang palingkeras melawan orang Portugis dan usaha kristenisasi di Maluku. Tokoh missi Katolik yang pertama di Maluku ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. Ia berhasil mengkatolikkan sebagian dari penduduk Maluku.
Ketika bangsa Belanda yang beragama Kristen Protestan datang di Indonesia, mulai pula usaha memprotestankan penduduk Indonesia pada awal abad 17 M (tahun 1600 M). Orang Portugis terdesak oleh Belanda tetapi missi Katolik Portugis masih tetap berjalan. Agama Protestan berjalan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Belanda, sedangkan Katolik didukung oleh missi Portugis dan dilanjutkan oleh Roma.
Dua golongan Nasrani itu dapat bersatu di Indonesia, hanya untuk menghadapi Islam. Sedangkan di Eropa, pada zaman itu, terjadi peperangan hebat yang cukup lama antara Belanda melawan Spanyol dan Portugis. Pemerintah Belanda berhasil memprotestankan rakyat Indonesia secara masal di daerah Batak, Manado dan Ambon. Sedangkan Katolik berhasil di daerah Nusa Tenggara Timur yang mendapat pengaruh dari Portugis di Timor Timur.
4.      Kerajaan Islam di Kalimantan
Islam mulai masuk di Kalimantan pada abad ke-15 M dengan cara damai, dibawa oleh muballig dari Jawa. Sunan Bonang dan Sunan Giri mempunyai santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri, ketika berumur 23 tahun, pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama Abu Hurairah. Gubahan Sunan Giri bernama Kalam Muyang dan gubahan Sunan Bonang bernama Sumur Serumbung menjadi buah mulut di Kalimantan. Muballig lainnya dari Jawa adalah Sayid Ngabdul Rahman alias Khotib Daiyan dari Kediri.
Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam di Bandar Masih di bawah pimpinan Sultan Surian Syah tahun 1540 M bergelar Pangeran Samudera dan dibantu oleh Patih Masih.
Pada tahun 1710 di Kalimantan terdapat seorang ulama besar bernama Syekh Arsyad Al-Banjari dari desa Kalampayan yang terkenal sebagai pendidik dan muballig besar. Pengaruhnya meliputi seluruh Kalimantan (Selatan, Timur dan Barat). Ia menulis kitab-kitab agama diantaranya yang terkenal:
a.       Sabilul Muhtadin (dipelajari di hampir seluruh Indonesia sampai yang paling Barat, Aceh).
b.      Syarah Fathul Jawad.
c.       Tahfatur Ragibin (terkenal di Sumatra Utara dan Aceh).
d.      Ushuluddin.
e.       Tasawuf.
f.       Al-Nikah.
g.      Al-Faraid.
Pada waktu kecil ia diasuh dan diangkat oleh Sultan Tahmilillah dan dikirim untuk belajar ke Makkah dan Madinah selama 30 tahun. Ia wafat pada zaman Sultan Sulaiman.
Kawan-kawan seangkatannya antara lain: Abdul Rahman Masri Jakarta, Abdul Samad Palembang, Abd. Wahab Pangkajene Sulawesi Selatan.
Guru-guru di Makkah Syekh Attaillah di Madinah Iman Al-Haramain dan Syekh Sulaiman Al-Kurdi Al-Misri. Pada waktu akan pulang ke Indonesia ia belajar ilmu tasawuf kepada Syekh Abd. Karim Samman Al-Madany. Sultan Tahmiddillah mengangkat Syekh Arsyad sebagai mufti kerajaan Banjar. Ia mendirikan pondok pesantren di kampung dalam Pagar. Putrinya bernama Syekh Sihabddin juga keluaran Makkah dan pernah menjadi muballigh di kerajaan Riau. Dua orang cucunya juga menjadi ulama terkenal adalah Tuan Guru Muhammad As’ad dan Ustaz Fatimah yang mengarang kitab Parukunan dalam bahasa Melayu (dipelajari dihampir seluruh Indonesia).
Sistem pengajian kitab agama di pesantren Kalimantan sama dengan sistem pengajian kitab di pondok pesantren di Jawa, terutama cara-cara menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah. Salah seorang tokoh Islam yang masuk di Kalimantan Barat ialah Syarif Abdurrahman Al-Kadri dari Hadramaut pada tahun 1735 M dan kawin dengan putra Dayak yang akhirnya mewarisi kerajaan di Kalimantan Barat Pontianak.
Salah seorang pejuang Islam lain dari Kalimantan Selatan ialah Pangeran Antasari lahir pada tahun 1790 M – 1862 M, cucu dari Pangeran Amir, putra Sultan Tahmidillah I. Pangeran Antasari melawan Belanda untuk membela agama Islam dan tanah air. Ia diberi gelar oleh rakyat Khalifah Amirul Mukminin.
5.      Kerajaan Islam di Sulawesi
Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo  tahun 1605 M. Rajanya bernama I. Mallingkaang Daeng Manyonri yang kemudian brganti nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul di belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aluddin. Dalam waktu dua tahun seluruh rakyatnya telah memeluk Islam. Muballig Islam yang berjasa disana ialah Abdul Qadir Khatib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan Giri. Seorang Portugis bernama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah mengunjungi Sulawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballig) Islam dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam dakwah Islam sangan besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Diantara raja-raja itu sudah ada perjanjian yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa yang menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada raja-raja yang menjadi sekutunya”. Jalan disini berarti jalan hidup atau agama. Dengan demikian maka Islam ikut mempersatukan kerajaan-kerajaan yang semula selalu berperang itu. Beberapa ulama besar yang membantu Dato’ Ri Bandang ialah Dato’ Sulaiman alias Dato’ Pattimang, dan Dato’ Ri Tirto alias Khatib Bungsu diperkirakan bahwa mereka itu juga berasal dari Minangkabau.
Diantara ulama besar kelahiran Sulawesi sendiri ialah Syekh Maulana Yusuf yang belajar di Makkah pada tahun 1644 M. Ia pulang ke Indonesia dan menetap di Banten. Banyak santrinya datang dari Makasar, kemudian karena memberontak, dibuang oleh Belanda ke Sri Langka dan wafat di Afrika Selatan. Jenazahnya dipulangkan ke Makasar dan di kubur di sana. Ia mengarang kitab Tasawuf dalam bahasa Arab, Bugis, Melayu dan Jawa.
Dari Sulawesi Selatan, agama Islam mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan Hasanuddin, ke daerah Bolaang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke Gorontalo tahun 1612 M. Buku-buku lama di Gorontalo ditulis dengan huruf Arab.
Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi Selatan itu menjalar masuk di Kepulauan Nusa Tenggara, yaitu ke Bima (Sumbawa) dan Lombok, dibawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa dikuasai kerajaan Gowa pada tahun 1616 M.



PENDIDIKAN PADA ZAMAN KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA (Buku 2 hal. 235-260)
A.      Berdirinya Kerajaan Islam
Indonesia adalah negara kepulauan yang luasnya termasuk urutan ke-4  setelah Cina, India dan Amerika. Setelah melewati masa prasejarah, primitif dan masa kerajaan Hindu dan Buddha, di Indonesia terdapat sejumlah kerajaan Islam. Kerajaan Islam ini lahir selain sebagai konsekuensi logis dari tuntutan untuk memberikan kesempatan bagi Islam untuk merealisasikan cita-cita ajarannya, juga dalam rangka menyebarkan ajaran Islam itu sendiri.
Dilihat dari segi wilayahnya, kerajaan Islam tersebut ada yang berdiri di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku dan Sulawesi. Kerajaan Islam yang ada di Sumatera, adalah Kerajaan Samudra Pasai, dan Kerajaan Aceh Darussalam. Adapun kerajaan Islam di Jawa adalah Kerajaan Demak, Pajang, Mataram, Cirebon dan Banten. Sedangkan kerajaan Islam di Kalimantan adalah Kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan, Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Selanjutnya di Maluku terdapat Kerajaan Islam Ternate, dan di Sulawesi Selatan terdapat kerajaan islam Gowa-Talo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Beberapa kerajaan ini dapat dikemukakan secara singkat sebagai berikut.
1.      Kerajaan Islam Pertama di Sumatera
Kerajaan Islam Samudra Pasai diperkirakan berdiri pada awal atau pertengahan abad ke-13 M, yaitu sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah pantai yang disinggahi pedagang Muslim sejak abad ke-17, ke-18, dan seterusnya. Para ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Malik al-Saleh merupakan pendiri Kerajaan Samudra Pasai. Hal yang demikian dapat diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J.Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K. Cowan, dan lain-lain. Sebelum masuk Islam, Malik al-Saleh bergelar Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samudera bekas Kerajaan Samudra Pasai tersebut.
Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Samudra Pasai ini pernah mengalami kemajuan dalam seluruh bidang kehidupan, yakni kemajuan dalam bidang perekonomian yang berbasis perdanganan dan pelayaran yang memperoleh keuntungan dan pajak yang besar, yakni 6% dari total barang yang dijual. Hal ini terhadi, karena Samudra Pasai dilihat dari segi geografis dan sosial ekonomi, memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang terdapat di Kepulauan Indonesia, Cina dan Arab. Kemajuan dalam bidang perekonomian dan perdagangan ini diperkuat dengan adanya mata uang dirham dari Samudra Pasai tersebut pernah diteliti oleh H.K.J. Cowan untuk menunjukkan butki-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama Sultan Alauddin, Sultan Manshur Malik al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan Abdullah. Pada tahun 1973, ditemukan lagi 11 mata uang dirham yang diantaranya bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik al-Zahir, dan Sultan Ahmad dan Sultan Abdullah, yang kesemuanya adalah raja-raja Samudra Pasai pada abad ke-14 dan 15 M. Atas dasar mata uang emas yang ditemukan itu, maka nama-nama raja Samudra Pasai dan utusannya dapat diketahui jelas. Mereka adalah Sultan Malik al-Saleh (berkuasa hingga tahun 1207 M), Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M), Mahmud Malik al-Jahir (1316-1345 M), Manshur Malik al-Zahir (1946-1383 M), Zain al-Abidin Malik al-Zahir (1983-1405 M), Nahrasiyah (1420-1428 M), Abu Zaid Malik al-Zahir (1455 M), Mahmud Malik al-Zahir (1455-1477 M), Zain al-Abidin (1477-1500 M), Abdullah Malik al-Zahir (1501-1513 M), dan sultannya yang terakhir adalah Zain al-Abidin (1513-1524 M).
Kerajaan Samudra Pasai ini berlangsung sampai dengan tahun 1524 M, karena pada tahun 1521 M. kerajaan ini ditaklukan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, pada tahun 1524 M. kerajaan tersebut dianeksasi oleh Raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya, Kerajaan Samudra Pasai ini berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
Kerajaan Aceh Darussalam didirikan di atas puing- puing Kerajaan Lamuri pada abad ke-15 M oleh Mudzaffar Syah (1467-1497 M). Sebuah sumber lain menyebutkan, bahwa Kerajaan Aceh Darussalam merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Dar al-Kamal dengan rajanya yang pertama Ali Mughayat Syah. Sebagai akibat penaklukkan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 M, jalan dagang yang semula dari Laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata terus ke Malaka, pindah ke Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan demikian, Aceh menjadi ramai dikunjungi oleh para saudagar dari berbagai negeri.
Selanjutnya Ali Mughayat Syah meluaskan wilayah kekuasaannya ke daerah Pidie yang bekerja sama dengan Portugis, kemudian ke Pasai 1524 M. Dengan kemenangan terhadap dua kerajaan Aceh tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan kekuasaannya ke Sumatera Timur, dan untuk keperluan ini, ia mengirim panglima-panglimanya, yang salah satunya adalah Gocak, pahlawan yang menurunkan sultan-sultan Deli dan Serdang.
Adapun peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar al-Qahar. Dalam menghadapi bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani tersebut, Aceh dapat membentuk angkatan perangnya dengan baik. Pada waktu itu, Aceh yang mengakui Kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan dan kekhalifahan dalam Islam.
Puncak kesuksesan Kerajaan Aceh Darussalam terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1637 M). Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayo yang berbatasan diislamkan, juga Minangkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang berusaha menagkis kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka melangkah begitu jauh sampai minta bantuan Portugis. Sultan Iskandar tidak terlalu bergantung kepada bantuan kepada Turki Usmani yang jaraknya amat jauh. Untuk mengalahkan Portugis, Sultan kemudian berkerja sama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris.
Dalam perkembangan selanjutnya, Iskandar Muda diganti oleh Iskandar Tsani yang lebih bersifat liberal, lembut dan adil. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama mengalami kemajuan dengan pesat. Namun kematiannya diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699 beberapa wilayah taklukannya lepas, dan beberapa kesultanan menjadi terpecah belah. Setelah itu pemulihan kesultanan tidak banyak pengaruhnya, sehingga menjelang abad ke-18 M, kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam dirinya, tanpa kepemimpinan dan kacau balau.

2.      Kerajaan Islam di Jawa
Kerajaan Islam di Jawa meliputi Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam Pajang, Kerajaan Islam Mataram, Kerajaan Islam Cirebon, dan Kerajaan Islam Banten. Beberapa Kerajaan Islam di Jawa ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
a.       Kerajaan Islam Demak
Kerajaan Islam Demak berdiri di penghujung masa berakhirnya masa Kerajaan Majapahit. Para ahli sejarah pada umumnya mengatakan, bahwa perkembangan Islam di Jawa bersamaan dengan waktunya dengan masa melemahnya Kerajaan Majapahit. Keadaan ini memberi peluang kepada para penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat untuk mengangkat Raden Fatah untuk menjadi raja pertama Kerajaan Demak, dan sekaligus Kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidina Panatagama. Dalam menjalankan pemerintahannya ini Raden Fatah dibantu oleh para ulama yang tergabung dalam Wali Songo, terutama dalam hal yang berkaitan dengan urusan agama, dengan berpusat di Demak yang sebelumnya bernama Bintoro yang merupakan daerah Majapahit yang diberikan kepada Raden Fatah. Pemerintahan Raden Fatah ini berlangsung antara akhir abad ke-15 dan awal abad ke-17. Dialah seorang raja Islam anak raja Majapahit dari seorang ibu Muslim keturunan Campa. Selanjutnya ia digantikan oleh anaknya, Sabrang Lor yang dikenal dengan nama Pati Unus yang naik tahta usia 17 tahun. Setelah itu ia digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai Sultan oleh Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin dan memerintah pada tahu 1524-1546. Pada masa pemerintahannya inilah Islam berkembang pesat ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Demikian pula penaklukan Sunda Kelapa yang berakhir tahun 1527 dan dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fadhilah Khan. Pada masa itu pula Majapahit dan Tuban jatuh di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Selanjutnya pada tahun 1529, Demak berhasil menundukkan Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, Wirasaba dan Kediri. Selain itu, Palembang dan Banjarmasin juga mengakui kekuasaan Demak. Demikian pula daerah Jawa Tengah bagian selatan sekitar Gunung Merapi, Pengging, dan Pajang berhasil dikuasai berkat penguasa Islam, Syeh Siti Jenar dan Sultan Tembayat. Sultan Trenggono meninggal tahun 1946 karena terbunuh ketika melakukan penyerbuan ke Blambangan. Selanjutnya ia digantikan oleh Prawoto, dan Prawoto juga meninggal karena dibunuh oleh Aria Panangsang dari Jipang pada 1549. Kerajaan Demak berakhir ketika Aria Panangsang dibunuh oleh Jaka Tingkir yang selanjutnya mendirikan Kerajaan Pajang. Dengan demikia raja-raja Kerajaan Demak ada lima orang, yaitu: (1) Raden Fatah, (2) Pati Unus (3) Trenggono (terbunuh) (4) Prawoto (terbunuh), (5) Aria Panangsang (dibunuh Jaka Tingkir).

b.      Kerajaan Islam Pajang
Kerajaan Pajang yang letaknya di daerah Kartasura adalah kerajaan Islam pertama yang berada di daerah pedalaman Pulau Jawa. Sultan atau rajanya adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging di lereng Gunung Merapi. Jaka Tingkir naik menjadi raja Kerajaan Pajang pada saat terjadi kekacauan di ibu kota. Konon Jaka Tingkir yang menjadi yang telah menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan, karena anak sulung Sultan Trenggono yang pewaris tahta kesultanan, susuhunan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Aria Panangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang (Bojonegoro sekarang).
Jaka Tingkir selaku raja pertama Kerajaan Pajang kemudian bergelar  Sultan Adiwijaya, dan ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang, dan memindahkan pusat kekuasaan di pesisir (Demak) kepedalaman. Peralihan pusat kekuasaan ini membawa pengaruh cukup besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa. Selanjutnya Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke arah timur sampai daerah Madiun, yaitu dialiran anak Sungai Bengawan Solo yang terbesar. Setelah itu, secara berturut-turut ia dapat menguasai Blora (1554), dan Kediri (1577), dan pada 1581 ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur, sehingga hubungan di antara mereka berjalan baik dan harmonis.
Pada masa pemerintahan Sultan Adiwijaya ini, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara mulai masuk dan dikenal di pedalaman Jawa. Demikian pula pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir mulai menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.
Setelah Adiwijaya meninggal, ia digantikan oleh menantunya, Aria Pangiri yang merupakan anak susuhunan Prawoto. Ketikan Aria Pangiri menetap di keraton Pajang, ia dikelilingi oleh pejabat yang dibawanya dari Demak. Dan dalam pada itu, anak Sultan Adiwijaya yang bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi penguasa di Jipang.
Karena tidak puas dengan nasibnya di tengah-tengah lingkungan yang masih asing baginya, maka Pangeran Benawa ini meminta bantuan kepada Senopati, penguasa Mataram, untuk  mengusir Raja Pajang yang baru itu (Prawoto). Pada tahun 1588, usahanya berhasil. Sebagai rasa terimakasih Pangeran Benawa menyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Namun Senopati masih ingin menetap di Mataram, dan ia hanya minta pusaka-pusaka Pajang. Mataram kerajaan yang besar. Selanjutnya Pangeran Benawa dikukuhkan sebagai Raja Pajang atas perlindungan Raja Mataram. Kerajaan Pajang ini berakhir pada saat memberontak terhadap Mataram yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Sultan Agung. Pajang dihancurkan dan rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya. Dengan demikian orang yang pernah berkuasa sebagai Raja Pajang adalah: (1) Jaka Tingkir yang bergelar Sultan Adiwijaya, (2) Aria Pangiri (anak susuhunan Prawoto), dan (3) Pangeran Benawa (anak Sultan Adiwijaya).
c.       Kerajaan Islam Mataram
Berdirinya Kerajaan Islam Mataram berawal dari usaha Sultan Adiwijaya dari Pajang yang meminta bantuan Ki Gede Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang. Sebagai hadiah atasnya, Sultan kemudian menghadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang selanjutnya menurunkan raja-raja Islam.
Seingin dengan tugas dan kedudukannya, maka pada tahun 1577 M Ki Gede Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Digantikan oleh putranya, Senopati, pada 1584 dan selanjutnya dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senopati inilah yang dianggap sebagai Sultan Mataram pertama, setelah Pangeran Benawa menawarkan kekuasaan atas Pajang kepada Senopati.
Selanjutnya, Senopati berkeinginan untuk menguasai semua raja yang berada di bawah kekuasaan Pajang, namun ia tidak mendapatkan pengakuan dari para penguasa Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan Pajang. Setelah melalui perjuangan yang diwarnai dengan perang demi perang, barulah ia berhasil menguasai sebagian dari padanya.
Senopati meninggal dunia pada tahun 1601 M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memeritah hingga 1613 M. Seda Ing Krapyak diganti oleh putranya, Sultan Agung, yang melanjutkan usaha ayahnya. Pada 1619 seluruh Jawa Timur praktis berada di bawah kekuasaannya. Dan di masa Sultan Agung inilah kontak senjata antara Kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1630 M, Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai putra mahkota, dan setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1646. Pada masa pemerintahan Amangkurat I ini tidak pernah reda dari konflik, dan dalam setiap konflik yang tampil sebagai lawan adalah mereka yang didukung oleh para ulama yang prihatin atas masalah agama. Sehubungan dengan itu, tindakan pertama pemerintahan adalah menumpas pendukung Pangeran Alit dengan membunuh banyak para ulama yang dicurigai. Ia yakin, bahwa ulama dan santri adalah bahaya bagi tahtanya. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh. Lebih dari itu, Amangkurat I merasa tidak memerlukan lagi titel “Sultan”. Pada tahun 1677 dan 1678 M pemberontakan pemberotakan para ulama muncul lagi dengan tokoh spiritual Raden Kejoran. Pemberontakan yang seperti itulah yang mengakibatkan runtuhnya Keraton Mataram.
d.      Kerajaan Islam Cirebon
Kerajaan Islam Cirebon yang mengambil bentuk kesultanan, dan didirikan oleh Sunan Gunung Jati, adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Daerah ini pada mulanya berada di daerah kekuasaan Pakuan Pajajaran yang menempatkan seorang juru labuhan yang bernama Wilangsungsang, yaitu seorang tokoh yang memiliki hubungan darah dengan Raja Pajajaran. Pada saat mengembangkan kota Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Namun yang meningkatkan status Cirebon sebagai kerajaan adalah Syarif Hidayat yang selanjutnya dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati yang merupakan pengganti dan keponakan Pangeran Wilangsungsang. Syarif Hidayat inilah sebagai pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan juga Banten.
Sebagai keponakan dari Pangeran Wilangsungsang, Sunan Gunung Jati memiliki hubungan darah dengan Raja Pajajaran, yaitu Prabu Siliwangi, Raja Sunda yang berkedudukan di Pakuan Pajajaran, yang menikah dengan Nyai Subang Larang pada tahun 1422. Dari pernikahannya inilah lahir tiga orang putra, yaitu Raden Wilangsungsang, Nyai Lara Santang, dan Raja Sengara. Sunan Gunung Jati adalah putra Nyai Lara Santang dari perkawinannya dengan Maulana Sultan Mahmud alias Syarif Abdullah dari Bani Hasyim, ketika Nyai itu naik haji.
Sunan Gunung Jati yang merupakan anak dari Nyai Lara Santang, lahir pada tahun 1448 M dan wafat pada 1568 dalam usia 120 tahun. Karena kedudukannya sebagai seorang Wali Songo, ia mendapatkan kehormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmiberdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum Muslimin di Banten di bangun oleh Sunan Gunung Jati tahun 1524 atau 1525 M. Dan ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya yang bernama Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin inilah yang selanjutnya menurunkan raja-raja Banten. Di tangan raja-raja Banten tersebut, akhirnya kerajaan Pajajaran dikalahkan. Dan atas prakarsa Sunan Gunung Jati ini pula penyerangan kepada Sunda Kelapa pada tahun 1527 dilakukan. Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia diganti oleh cicitnya yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Setelah Panembahan Ratu  ini meninggal ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Panembahan Girilaya.
Keberlangsungan Cirebon sebagai sebuah kerajaan berakhir sampai dengan Pangeran Girilaya itu. Sepeninggalan Pangeran Girilaya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua putranya, yaitu Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Panembahan Sepuh memimpin kesultanan Kasepuhan sebagai rajanya yang pertama dengan gelar Samsudin, sementara Panembahan Anom memimpin kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.

e.       Kerajaan Islam Banten
Sebelum zaman Islam, yakni ketika masih berada dibawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran, atau mungkin sebelumnya), Banten sudah menjadi kota yang berarti. Berdirinya kerajaan Islam Banten ini bermula dari upaya Sunan Gunung Jati dari Cirebon pada tahun 1524 atau 1525 yang meletakan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan Islam serta bagi perdagangan orang-orang Islam disana. Menurut sumber tradisional, bahwa penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia meratakan jalan bagi kegiatan pengislaman disana. Atas dasar dukungan ini, maka dengan segera ia menjadi orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara Jawa yang memang dimintanya.
Untuk menyebarkan Islam di Jawa, langkah Sunan Gunung Jati selanjutnya adalah menguasai Pelabuhan Sunda yang sudah tua kira-kira tahun 1527. Selain itu ia memperluas kekuasaannya terhadap kota-kota pelabuhan Jawa Barat yang sebelumnya termasuk wilayah kekuasaan Pajajaran.
Setelah Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon, ia menyerahkan kekuasaannya atas Banten kepada putranya yang bernama Hasanuddin. Setelah Hasanuddin menikah dengan putri Demak maka ia dinobatkan menjadi Panembahan Banten pada 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatra Selatan.
Selanjutnya pada saat kekuasaan Demak beralih ke Pajang pada tahun 1568, maka Hasanuddin memerdekakan Banten sebagai sebuah kerajaan yang berdiri sendiri, dan tidak lagi menjadi bagian dari kerajaan Demak atau lainnya. Atas dasar ini, maka dalam tradisi Hasanuddin dianggap sebagai raja Islam pertama di Banten. Setelah Hasanuddin meninggal pada 1570, kekuasaan atas Banten diserahkan kepada anaknya yang bernama Yusuf. Setelah sembilan tahun Yusuf memegang kekuasaan, tahun1579, Yusuf menaklukan Pakuan yang belum Islam pada waktu itu dan masih menguasai sebagaian besar daerah pedalaman Jawa Barat. Sesudah ibu kota kerajaan itu jatuh dan raja beserta keluarganya menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Mereka diperbolehkan tetap menyandang pangkat dan gelarnya.
Setelah Yusuf wafat pada tahun 1580 M, ia digantikan oleh putranya Muhammad yang masih muda belia. Dan, selama Sultan Muhammad masih dibawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Kali (Qadli, Jaksa Agung) yang dibantu empat pembesar lainnya. Raja Banten yang dikenal saleh itu melanjutkan penyiaran Islam dan perluasan wilayahnya terhadap raja Palembang, dan dalam usia 25 tahun ia gugur pada tahun 1596, dengan meninggalkan seorang anak yang berusia lima bulan, yang bernama Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdulkadir.
Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, Sultan berturut-turut berada dibawah empat orang wali laki-laki dan seorang wali wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626 M, dan pada tahun 1638 ia mendapat gelar Sultan dari Mekkah. Dialah raja Banten pertama yang mendapat gelar Sultan yang sebenarnya. Ia meninggal tahun 1651 dan digantikan oleh cucunya yang bernama Sultan Abul Fath Abdulfath.
Pada masa Sultan Abul Fath Abdulfath ini terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dan VOC yang berakhir dengan disetujuinya perjanjian perdamaian pada tahun 1659 M.
3.      Kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan
Mengingat daerah Kalimantan amat luas, maka ia menerima Islam dari berbagai daerah lain. Daerah barat laut Kalimantan menerima Islam dari Malaya, sedangkan daerah timur dari Makassar, dan wilayah selatan dari Jawa. Beberapa kerajaan Islam yang pernah ada di Kalimantan dapat dikemukakan sebagai berikut.
a.       Kerajaan Islam Banjar di Kalimantan Selatan
Berbagai tulisan dan kajian yang membicarakan masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu mengidentikkan dengan berdirinya Kerajaan Banjarmasin. Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu. Berdirinya kerajaan Islam Banjar ini ada hubungannya dengan pertentangan dalam keluarga Istana, antara Pangeran Samudera sebagai pewaris sah Kerajaan Daha dan pamannya Pangeran Tumenggung. Dalam hikayat Banjar diceritakan bahwa ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat agar yang menggantikannya nanti adalah cucunya Pangeran Samudera. Wasiat ini tentu saja tidak diterima oleh keempat orang putranya, lebih-lebih Pangeran Tumenggung yang sangat ambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Pada waktu itu, Pangeran Samudera baru berumur tujuh tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia terbunuh oleh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut oleh Pangeran Tumenggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumenggunglah yang tambil menjadi Raja Daha.
Dalam keadaan istana yang demikian itu, Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara. Ia kemudian diasuh oleh Patih Masih. Atas bantuannya, Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam serangan pertamanya Pangeran Samudera berhasi menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering di kunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.
Peperangan terus berlangsung dengan sengit. Dalam keadaan demikian, Patih Masih mengusulkan kepada Pangeran Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak. Sultan Demak bersedia memberikan bantuan dengan syarat, Pangeran Samudera mau masuk Islam. Setelah Pangeran Samudera menyetujui persyaratan tersebut, maka Sultan Demak kemudian mengirim bantuan 1000 orang tentara beserta seorang penghulu bernama Khatib Dayan untuk mengislamkan orang Banjar. Dalam peperangan tersebut, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan, dan sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat keraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Dan, setelah Pangeran Samudera masuk Islam, maka namanya diganti menjadi Sultan Suryanullah atau Suryansyah, yang dikukuhkan sebagai raja pertama kerajaan Islam Banjar. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1526 ini berlangsung saat Kerajaan Demak dipegang oleh Trenggono. Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui kekuasaannya, yakni Sambas, Batanglawai, Sukadana, Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan Sambangan.
Selanjutnya Sultan Suryanullah diganti oleh  putra tertuanya yang bergelar Sultan Rahmatullah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah) dan Marhum Panambahan yang dikenal dengan nama Sultan Musta’inullah. Pada masa Marhum Panambahan, ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama pindah ke Amuntai, kemudian ke Tambangan, dan Batang Banju, dan akhirnya kembali ke Amuntai. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat datangnya pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan huru hara.
b.      Kerajaan Islam Kutai di Kalimantan Timur
Berdirinya Kerajaan Islam Kutai bermula dari adanya dua orang penyebar Islam yang tiba di Kutai pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Salah seorang diantara penyebar Islam itu adalah Tuang di Bandang yang selanjutnya dikenal dengan nama Dato’ Ri Bandang dari Makassar, sedangkan yang satunya lagi adalah Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman itu, Daro’ Ri Bandang kembali ke Makassar, sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota masuk Islam. Seiring dengan itu, segeralah dibangun Masjid dan kegiatan pengajaran agama. Orang yang pertama mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian Pangeran, para meteri, panglima dan hulubalang, kemudian rakyat pada umumnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, yakni setelah Islam dirasakan manfaatnya, maka Raja Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam. Proses pengislaman di Kutai dan daerah sekitarnya ini diperkirakan terjadi pada tahun 1575. Penyebaran lebih jauh kedaerah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu putranya, Aji di Langgar dan penggantinya, melanjutkan perang ke daerah Muara Kaman.
4.      Kerajaan Islam di Maluku dan Ambon
Islam memasuki Maluku pada pertengahan akhir abad ke 15. Sekitar tahun 1460 Raja Ternate memeluk agama Islam. Nama raja itu adalah Vongi Tidore. Ia mengambil seornag istri keturunan ningrat dari Jawa. Sementara, H.J. de Graaf berpendapat, bahwa raja Muslim yang pertama adalah Zayn al-Abidin (1486-1500 M). Pada masa itu, gelombang perdagangan Muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah kepada tekanan pedagang Muslim itu dan memutuskan untuk memperlajari tentang Islam pada madrasah Giri. Di Giri ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atau Raja Cengkeh, karena diduga ia membawa cengkeh ke daerah tersebut sebagai hadiah. Setelah ia kembali dari Jawa, ia mengajak Tuhu Bahahul kedaerahnya, dan yang terakhir inilah kemudian dikenal sebagai penyebar utama Islam di Kepulauan Maluku.
Mengingat masa pengislaman di daerah Maluku itu baru saja terjadi, dan belum benar-benar tertanam kuat di hati masyarakat, maka pada 1522 M Potugis memasuki daerah tersebut dan berusaha menggeser pengaruh Islam seraya menggantinya dengan agama Kristen. Namun usaha Portugis ini tidak berhasil sebagai mana yang diharapkan. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit.
Adapun yang berkaitan dengan Ambon, satu-satunya sejarahwan Ambon yang bernama Rijali, menceritakan bahwa Perdana Jamilu dari Hitu (salah satu Semenanjung Ambon) menemani penguasa Ternate, Zayn al-Abidin dalam perjalanannya ke Giri. Menurut de Graaf, pernyataan ini hanya menunjukkan bahwa hubungan antara Hitu dna Ternate memang sangat dekat. Menurut de Graaf, bahwa tersebarnya Islam di Hitu lebih disebabkan karena datangnya seorang kadi, Ibrahim, yang menjadi kadi di Ambon dan memberikan kepada seluruh Guru Agama Islam di Pulau ini. Seiring dengan itu, Ambon mendirikan masjid yang bergonjong tujuh sebagai peringatan kepada Giri, yaitu bangunan yang didirikan dalam bentuk yang sama dengan yang ada di Giri. Riwayat daerah setempat juga menguatkan pendapat ini, yakni bahwa sumber Islam di Ambon adalah Jawa disamping Pasai dan Mekkah yang terkadang juga disebuut-sebut. Dalam riwayat ini disebutkan, bahwa pendiri sebuah kampung di Kailolo adalah Usman yang mendapatkan ajaran Islam dari seorang guru agama dari Jawa, yang mengadakan perjalanan dari Mekkah ke Gresik. Komunikasi antara Maluku dan Giri memang masih ebrtahan sampai abad ke 17. Bahkan Demak dan Jepara merupakan sekutu-sekutu Hitu dalam peperangan melawan Portugis yang menempatkan diri di Leitimur, Semenanjung Ambon yang penduduknya masih menyembah berhala. Di daerah inilah Portugis berhasil memperkenalkan Kristen kepada penganut agama berhala itu.
5.      Kerajaan Islam di Sulawesi
Kerajaan Islam di Sulawesi meliputi kerajaan Islam di Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Sopeng, dan Luwu.
Kerajaan Gowa-Tallo, adalah kerajaan kembar yang saling berbatasan, yang biasanya disebut kerjaan Makassar. Kerajaan ini terletak di Semanjung barat daya Pulau Sulawesi yang merupakan daerah transit yang sangat stategis.
Ketika Gowa-Tallo berperan sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini memilliki hubungan yang erat dengan Ternate yang telah lebih dahulu masuk Islam melalui Gresik atau Giri. Dibawah kepemimpinan Babullah, Ternate mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo. Pada masa itulah Raja Ternate berusaha mengajak penguasa Gowa-Tallo untuk menganut agama Islam, namun tidak berhasil. Pengislaman baru terjadi pada saat Dato’ Ri Bandang datang ke kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk ke kerajaan ini, dengan Alauddin (1591-163) sebagai Sultan pertama yang menganut agama Islam, pada tahun 1605.
Setelah itu penyebaran Islam berlangsung sesuai dengan tradisi yang telah lama diterima para raja keturunan To Manurung. Di dalam tradisi ini ada ketentuan yang mengharuskan agar seorang raja memberitahukan hal-hal yang baik kepada orang lalin. Oleh karena itu, kerajaan Gowa-Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan lain seperti Luwu yang lebih tua, Wajo Sopeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan Islam itu. Sementara tiga kerajaan lainnya, yakni Wajo, Sopeng, dan Bone yang terikan dengan aliansi Tallumpeco (tiga kerajaan) dalam perebutan hegemoni dengan Gowa-Tallo, menerima Islam setelah melalui peperangan. Wajo menerima Islam pada 10 Mei 1610. Adapun Bone sebagai sainagn Gowa sejak pertengahan abad ke-16, menerima Islam pada 23 November 1611. Raja Bone pertama yang masuk Islam dikenal dengan gelar Sultan Adam. Namun, walaupun sudah masuk Islam, pertikaian dan pertempuran antara dua kerajaan yang bersaing itu pada masa selanjutnya masih kerap terjadi dan bahkan melibatkan Belanda untuk mengambil keuntungan politik dari keadaan tersebut.
Dari uraian tentang berdiri, tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam sebagaimana tersebut diatas, terdapat sejumlah pelajaran berharga yang patut direnungkan sebagai berikut.
Pertama, pelajaran yang baik tentang adanya hubungan yang akrab antar kerajaan Islam ini didasarkan kepada kepentingan untuk memajukan agama Islam. Hubungan tersebut antara lain terlihat dalam bentuk kegiatan dakwah Islamiyah. Untuk kepentingan dakwah Islamiyah ini terlihat jelas antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainnya sangat akrab dan saling bantu membantu sebagai contoh dalam hal ini dapat dilihat dari hubungan Giri dengan daerah-daerah Islam di Indonesia Timur, terutama Maluku. Dan dalam konteks hubungan dakwah Islamiyah ini pula Fadhilah Khan dari Pasai datang ke Demak.
Kedua, pelajaran yang baik tentang adanya hubungan yang akrab antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan Islam lainya dalam menghadapi pihak-pihak lain yang secara politik dan ekonomi dapat merugikan kerajaan. Dalam bidang politik terkadang agama digunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak lain atau kerajaan lain yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik dan ekonomi. Persekutuan antara Demak dan Cirebon dalam menaklukan Banten dan Sunda Kelapa misalnya dapat dijadikan contoh tentang kuatnya pengaruh kesamaan agama dalam rangka kepentingan politik dan ekonomi. contoh lainnya dalam hal ini adalah persekutuan dan hubungan yang akrab antara Kerajaan Islam dalam mengadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran dan perdagangan.
Ketiga, pelajaran yang kurang baik tentang adanya hubungan yang tidak harmonis, bahwa konfik antara kerajaan Islam yang satu dengan kerajaan Islam lainnya yang disebabkan adanya ancaman dalam bidang politik dan ekonomi. Dengan kata lain, kalau kepentingan politik dan ekonomi antar kerajaan Islam itu sendiri terancam, maka persamaan agama tidak menjamin terjadinya persatuan atau tidak menajmin tidak adanya permusuhan. Peperangan antar kerajaan Islam sering terjadi yang disebabkan karena kepentingan politik dan ekonomi. peperangan antara Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone yang sama-sama kerajaan Islam terjadi karena perbedaan kepentingan politik dan ekonomi kerajaan Islam tersebut. Selain itu, adanya perbedaan kepentingan politik dan ekonomi itu, sering pula menjadi sebab adanya satu kerajaan Islam yang merasa kurang percaya diri dalam menghadapi permusuhan dengan kerajaan Islam lainnya, meminta bantuan kepada pihak lain yang sekalipun tidak seagama bahkan dengan orang kafir yang menjadi musuh bersama, seperti meminta bantuan kepada Kompeni Belanda. Dan ini pula yang menjadi sebab Kompeni Belanda dapat masuk dan menguasai kerajaan Islam tertentu yang selanjutnya menguasai dan menjajah Indonesia secara keseluruhan.
Keempat, pengajaran yang baik tentang adanya hubungan yang akrab antara kerajaan Islam yang satu dengan kerajaan Islam lainnya yang ditujukan untuk memajukan bidang kebudayaan dan keagamaan. Kerajaan Islam Samudra Pasai dan kemudian menjadi Kerajaan Islam Darussalam yang dikenal dengan serambi Mekkah pernah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Melalui Aceh inilah kerajaan Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melaui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu disana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah bagian Timur. Karya-karya sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Dengan latar belakang yang demikian itu, maka tema dan isi karya-karya antara satu kerjaan dengan kerajaan lain terjadi kesamaan atau kemiripan. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan Islam tersebut telah mempelopori terjadinya idiom-idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
Kelima, pelajaran yang baik tentang kemampuan Islam dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dengan cara yang amat bijaksana, adil, akomodatif, bahkan partisipatif. Adanaya perbedaan budaya, tradisi adat istiadat dan lain yang terdapat pada suatu daerah telah direspon oleh Islam dengan cara yang bijaksana. Islam dalam hal ini tak ubahnya seperti benih yang pertumbuhan dan perkembangannya akan berbeda ketika ditanam ditanah yang berbeda pula. Islam yang berkembang di Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam, dengan Islam yang berkembang di Kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa, dan Islam yang berkembang di Kerajaan Islam di Maluku, Ternate dan Sulawesi disamping memiliki persamaan dari segi fisik, misi dan tujuanya, namun berbeda dalam hal pendekatan dan realitas format budayanya. Dalam kaitan ini, maka Islam yang berkembang pada kerajaan tersebut dapat diidentifikasi melalui tiga pola sebagai berikut.
1.      Pola integrated centralistic. Pola ini diperlihatkan oleh kerajaan Islam Samudra Pasai dan Aceh Darussalam. Lahirnya kerajaan Samudra Pasai berlangsung melalui perubahan dari negara yang segmenter ke negara yang terpusat sejak awak perkembangannya, Samudra Pasai menunjukkan banyak pertanda dari pembentukan suatu negara baru. Kerajaan ini tidak saja berhadapan dengan golongan yang belum di tundukkan dan di Islamkan dari wilayah pedalaman, melainkan harus menyelesaikan pertentangan politik serta pertentangan keluarga yang berkepanjangan. Dalam proses perkembangannya menjadi negara terpusat, Samudra Pasai juga menjadi pusat pengajaran agama. Reputasinya sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut. Dengan pola tersebut, Samudra Pasai memiliki kebebasan budaya untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan yang mencerminkan jati dirinya yang spesifik. Pola yang sama juga dapat dilihat dari proses pembentukan kerajaan Aceh Darussalam. Di kerajaan Islam Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda disamping membangun masjid Baitur Rahman dan beberapa masjid di daerah lain juga memerintahkan rakyat sembahyang lima waktu, puasa Ramadhan, dan puasa sunnah serta menjauhkan diri dari minum arak dan bermain judi. Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda mengonsolidasikan dirinya sebagai Serambi Mekkah. Pada masa itu pula dirumuskannya hukum dan adat yang diibaratkan seperti kuku dan daging. Ulama dalam sejarah Aceh menjadi perumus realitas dan pengesah kekuasaan.
2.      Pola negara supradesa serta dilema kultural dari orang baru di dalam bangunan politik yang lama. Pola ini selanjutnya dapat disebut pola kultural involutif dan integralistik. Pola ini dijumpai pada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yakni Demak, Pajang, dan Mataram. Di Jawa Islam menjumpai suatu sistem politik dan sturktur kekuasaan yang sudah lama mapan yang berpusat di Keraton Majapahit. Sejarah mencatat adanya komunitas pedagang muslim yang mendapat tempat pusat-pusat politik pada abad ke-11. Komunitas itu makin membesar pada abad ke-14. Selanjutnya ketika kekuasaan Majapahit melemah, para saudagar kaya di berbagai Kadipaten di wilayah pesisir mendapat peluang untuk menjauhkan diri dari kekuasaan raja. Mereka kemudian tidak hanya masuk Islam tetapi juga membangun pusat-pusat politik yang independen. Setelah keraton pusat menjadi goyah, keraton-keratin kecil mulai bersaing untuk menggantikan kedudukannya. Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit. Dengan posisi baru ini, Demak tidak hanya menjadi pemegang hegemoni politik, tetapi juga menjadi “jembatan penyebrangan” Islam yang paling penting di Jawa. Walaupun mencapai keberhasilan politik dengan cepat, Demak tidak saja harus menghadapi masalah legitimasi politik, tetapi juga panggilan kultural untuk kontinuitas.
3.      Pola konversi keraton atau pusat kekuasaan. Dalam pola ini proses Islamisasi berlangsung dalam suatu struktur negara yang telah memiliki basis legitimasi geneologis. Dalam sejarah Islam di Asia Tengga, pola ini di dahului oleh berdirinya Kerajaan Islam Malak. Konversi agama menunjukkan kemampuan raja. Penguasa terhindar dari penghinaan rakyatnya dalam masalah kenegaraan. Pola Islamisasi melalui konversi keraton atau pusat kekuasaan seperti itu, terjadi juga di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Banjarmasin. Tidak seperti yang terjadi di Samudra Pasai, Islamisasi di Gowa-Tallo, Ternate dan Banjarmasin yang memiliki pola yang sama tidak memiliki landasan untuk pembentukkan negara. Islam tidak mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan, seperti yang terjadi di Samudra Pasai. Pada pola yang ketiga yang terjadi di Sulawesi Selatan ini, konversi agama dijalankan, tetapi pusat kekuasaan telah ada lebih dahulu.

0 komentar:

Posting Komentar