PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN ~ Sejarah Islam

PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN



PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN
IBNU QAYYIM
MULYONO, MA.
Pendahuluan
Ilmu pendidikan pada hakikatnya serangkaian panjang manusia dalam kegiatan pendidikan sepanjang sejarah yang disusun secara sistentis sehingga mudah dipahami, diujicobakan, diterapkan kemudian dikembangkan oleh generasi ke generasi. Sehingga konsep-konsep maupun teori-teori pendidikan yang ada sekarangmaupun yang akan dikembangkan di masa datang oleh para ahlinya pada hakikatnya merupakan upaya meneruskan berbagai pemikiran, pengalaman maupun bangunan kebudayaan yang sudah dikembangkan oleh generasi sebelumnya. Untukitu mengkaji pemikiran para pakar, filosof, maupun ulama yang ahli dalam bidang pendidikan tetap merupakan kegiatan yang relevan dalam upaya mencari formulasi pendidikan yang tepat di mera sekarang maupun akan datang. Dalam kajian ini penulis pemikiran pendidikan menurut Ibnu Qayyim.
Biografi Ibnu Qayyim
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayub bin Sa’ad bin Haris Az-Zar’i Ad-Dimasqy. Laqab-nya adalah Syamsudin. Kunyah-nya adalah Abu Abdilah. Beliau lebih terkenal dengan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Lahir pada tahun 691 H. di Damaskus dan wafat pada malam kamis, 23 Rajab 571 dimakamkan di kuburan Al-Babus Shagir Damaskus.
Ibnu Qayyim telah berguru kepada guru-guru yang hebat dan luas ilmunya serta terkenal kepiiawaiannya. Beliau belajar hadis kepada Abu Bakar, dan belajar ushul fiqh kepada Shafiy Al-Hindy dan Ibnu Taimiyah. Kepada Ibnu Taimiyah inilah Ibnu Qayyim banyak menimba ilmu sekaligus menjadi murid kesayangannya. Ibnu Rajab Menyebutkan, “ Beliau juga belajar dari Syihab Al-Nabilisy Al-Jabir, Qadhi Taqiyuddin Sulaiman, Fatimah binti Jauhar, Isa Al- Muthin dan Abu Bakar bin Adul Dalm, serta ulama-ulama lain.” Nampaknya sudah menjadi tradisi dalam sejarah para ‘alim dan ulama, bahwa untuk menjadi ulama harus juga berguru kepada ulama-ulama yan handal di zamannya, sebagaimana yang dilakukan Ibnu Qayyim dalam mencari guru-guru tersohor di zamannya. Dalam fiqh, beliau penganut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal ( Hanbali).
Keahlian Ibnu Qayyim meliputi bidang tafsir, fiqih, ushul fiqh, dan nahwu. Ada sekitar 97 kitab  karyanya selain makalah dan lembaran-lembaran lainnya. Ibnu Qayyim dikenal seorang iluan yang mendalam, guru (murabbi) yang mulia, telah bekerja di medan tarbiyah dengan seluruh tenaga dan ilmunya. Di antara muridnya yang paling terkenal adalah Ibnu Katsir( pengarang Tafsir Ibnu Katsir dan kitab Al-Bidayah wan Nihayah), kemudian Ibnu Rajab (pengarang kitab Ad-Dail al-Madzahibil Hanabilah), kemudian Ibnu Abdul hadi dan anaknya bernama Abdullah. Juga termasuk murid beliau adalah Syamsuddin Muhammad bin Abdul Qadir An-Nabilisy (pengarang kitab Mukhtatsar Thabaqat Hanabilah).
Pengakuan beberapa ulama terhadap keulamaan beliau, antara lain: Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau adalah orang yang selalu sibuk siang dan malam, beliau sangat banyak shalat dan membaca Al-Qur’an. Baik akhlaknya, luas kasih sayangnya serta tidak pernah dengki dan hasud”. Ibnu Rajab berkata, “Beliau banyak beribadah dan selalu melaksanakan tahajjud, panjang shalatnya, tekun berdzikir, banyak mahabbahnya, inabah, istighfar, iftiqar kepada Allah, dan khusyu’ dalam beribadah. Saya tidak mengetahui orang yang luas ilmunya kecuali beliau dan tidak ada orang yang mengetahui makna al-Qur’an dan Sunnah selain beliau, dan saya tidak mengetahui orang yang mengetahui hakikat ilmukecuali beliau. Beliau bukanlah orang yang makshum, tetapi saya tidak pernah melihat kesalahan ada pada dirinya”. Ibnu hajar mengatakan, “Beliau adalah seorang pemberani, luas ilmunya, banyak tahu tentang perselisihan pendapat di antara para ulama dan madzhab kaum salaf. Beliau sangat mencintai Ibnu Taimiyah. beliau pernah dipenjara bersama Ibnu taimiyah, beliau selalu membela pendapat Ibnu taimiyah, bahkan beliaulah yang meneruskan dan menyebarkan ajarannya”. Imam Asy-Syaukani mengatakan, “Beliau selalu berpegang kepada dalil-dalil yng shahih, bangga dengan mengamalkan dalil yng shahih tersebut, tidak bersikeras memenangkan pendapatnya, berpegang pada kebenaran dan pemberani”.
Dari pengakuan para muridnya yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal di zamannya tersebut, menunjukkan bahwa Ibnu Qayyim memang ulama yang betul-betul menjiwai keulamaannya dan dapat dijadikan sebagai pewaris nabi.
Pemikiran Pendidikan Menurut Ibnu Qayyim
1.      Konsep Dasar Pendidikan Menurut Ibnu Qayyim
Mengenai definisi pendidikan (tarbiyah) menurut Ibnu Qayyim mengandung dua makna: Pertama, pendidikan yang berkaitan dengan ilmu seorang guru (murabbi), yakni sebuah pendidikan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap ilmunya agar ilmu tersebut menjadi sempurna dan menyatu di dalam dirinya disamping itu pula agar ilmu tersebut terus bertambah. Pendidikan seperti diibaratkan sebagai seorang yang berharta merawat hartanya agar menjadi beirtambah. Kedua, pendidikan yang berkaitan dengan orang lain, yakni kerja pendidikan yang dilakuka oleh seorang guru dalam mendidik manusia dengan ilmu yang dimilikinya dan dengan ketekunannya menyertai mereka agar mereka menguasai ilmu yang diberikan kepadanya secara bertahap. Pendidikan seperti ini diibaratkan seperti orang tua yang mendidik dan merawat anak-anaknya.
     Pendidikan menurut beliau, berusaha mewujudkan manusia teladan yang memiliki sifat keistimewaan sesuai dengan penciptaannya, yaitu manusia shaleh yang mencintai kebaikan, mendakwahkannya kepada manusia, dan mau meneliti jalnnya, dengan tabah dan teguh menghadapi rintangan dan cobaan di jalan dakwah sebagai realisasi peribadahannya, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun keyakinan, yang selalu meneliti jalan ilmu yang bermanfaat, yang menjaga diri dalam beramal shaleh, yang istiqamah denngan mengikuti sunnah, yang menolak semua bentuk bid’ah, yang menghiasi diri dengan keikhlasan, jujur dlam niat di setiap denyut kehidupan dan amal kerjanya, yang menghiasi dirinya dengan akhlak utama, yang senantiasa menyembunyikan kebaikannya dan amal baiknya di belakang panggung dan meletakkan kesalahan dan keburukannya di depan kedua matanya.
Demikian juga, pendidikan ini berusaha membentuk dan mewujudkan masysrakat yang mulia dan utama yang diliputi oleh kebahagiaan dan keamanan. Para ulamanya memiliki tanggung jawab penuh atas perjalanan tarbiyah di dalamnya, dan mendorong manusia agar beramal baik dan berperilaku lurus. Sesungguhnya manusia yang hidup dalam masyarakat tersebut jika benar-benar memfungsikan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada manusia berupa alaat untuk mennuntut ilmu sesuai denngan tujuan penciptaannya, maka mereka akan bahagia. Sebaliknya jika mereka menyia-nyiakan alat tersebut, maka akan celaka.
Termasuk dari macam penyakit yang memalingkan ndividu dan masyarakat dari kebahagiaan mereka adalah ghafiah (lalai), bathalah (menganggur) dan kasal (malas). Lalai adalah kebalikan dari ilmu, bathalah kebalikan ‘azimah (semangat) dan amal. Manusia itu bertingkat-tingkat dan berbeda-beda dalam kesempurnaan jiwanya. Mereka yang berada di tingkat tertinggi adalah golongan nabi, kemudian setelah mereka addalah golongan shidiqun, kemudian syuhada yang shaleh, lalu para murabbi dan muallim (kyai, ustadz, guru, pendidik) yang selalu menngajak kepada kebaikan dan semangat dalam menjaga dan mempertahankannya. Mereka semua adalah golongan orang-orang yang shaleh.
Sesungguhnya tanggung jawab pendidikan itu dibebankan di pundak orang tua, murabbi dan mereka yang bertanggung jawab atas perawatan dan pendidikan anak. Yang demikian itu yang berkaitan dengan pendidikan umat secara umum, maka hal itu menjadi tanggung jawab para nabi, para rosul dan para ulama yng menjadi pewaris nabi.
Pendidikan menurut Ibnu Qayyim, memilki tujuan (ghayah) yang mulia, yaitu agar manusia hanya menghambakan kepada penciptaan-Nya, dan menjaga kesucian fitrah mereka. Di samping itu, ia juga memiliki saran yang bermacam-macam diantaranya alah menjaga kesehatan badan anak didik, memperhatikan dan mengarahkan akhlaknya, menjaga keselamatan akalnya, menggali skillnya dan mengarahkannya ke arah yang lebih baik.
Adapun sasaran pendidikan menurut Ibnu Qayyim sangat banyak, diantaranya adalah: mendorong untuk menuntut ilmu, menanamkan kecintaan dan sifat tamak (tidak pernah merasa kenyang) terhadap ilmu dan hasil yng dicapai, memfokuskan waktnya untuk menuntut ilmu, menerapkan metode takhliyah (menjauhiakhlak tercela) dan tahliyah (menghiasi dengan akhlak mulia) dengan memberikan qudwah yang baik, perhatian dan kontinu dengan tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada anak didiknya untuk berinteraksi dengan sesuatu yang membahayakan badan, pikiran dan akhlaknya, serta membiasaka untuk melakukan ibadah.
Pendidikan yang diserukan oleh Ibnu Qayyim ini adalah sebuah tarbiyah yang Rabbaniyatul mashdar (bersumber dari Ilahi). Tetapi harus diingat bahwa perjalanan pendidikan itu tidak pernah sepi dari rintanngan dan hambatan, dan termasuk dari bentuk rintangan tarbiyah adalah putus asa, senang istirahat, hilangnya qudwah dari diri seorang murabbi (pendidik), melalaikan anak didik dan tidk perhatian terhadapnya, memberi kesempatan kepada mereka untuk berteman dengan teman yang buruk akhlak, melepas kendali jiwanya untuk menuruti kemauan syahwat dan kelezatan dunia, dan idak berusaha menggali skill dan keahlianserta tidak mengarahkan ke arah yang lebih baik. Rintangan dan hambatan akan menghadang perjalanan pendidikan, sehngga menjadikan kita tidak mampu meraih tujuan dan hasil yang diidamkan dan akan menghalangi masyarakat dan individu dari menuai buahnya.
2. Sasaran Pendidikan Menurut Ibnu Qoyyim
            Sedangkan pendidikan (Tarbiyah), menurut Ibnu Qoyyim ada Sembilan macam yaitu :
            Pertama, Tarbiyah Imaniyah, yaitu usaha yang dikerahkan oleh murobbi (pendidik) dalam menjaga iman mutarobbi  (peserta didik), agar bersesuaian antara yang disembunyikan oleh hatinya dari keyakinannya dengan apa yang diamalkan dan ditampakkan oleh jawarihnya (badannya). Adapun tujuan yang hendak diwujudkan oleh pendidikan ini adalah mewujudkan manusia yang shaleh, dan tarbiyah ini kerjanya selalu bersandar kepada dalil dan argument yang banyak terdapat di hamparan alam ini. Kemudian sasaran dalam kerjanya adalah menjaga lisan, jawarih, dan detakan hati dari setiap sesuatu yang dimurkai Alloh Azawajalla , menyempurnakan sisi peribadahan anak didik, dan menjadikan seluruh gerakan dalam hidupnya berjalan sesuai  ridho  Alloh Ta’ala. Tarbiyah ini memiliki banyak sarana, diantaranya ada yang berupa sarana pembinaan seperti melihat dan memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Alloh yang berupa ayat-ayat Kauniyah-Nya, dan ayat-ayatNya yang terdapat dalam jiwa manusia. Mengarahkan perhatian kepada adanya kematian dan menjalankan seluruh syi’ar-syi’ar peribadatan. Juga ada yang berupa sarana preventif (pencagahan), seperti menanamkan perasaan cinta kepada Rabb dan Dzat  yang telah menciptakan dan cinta terhadap sesuatu yang dicintai-Nya. Amal yang kontinyu diatas mardhotillah, dan mengetahui adanya musuh yang nyata yang selalu menyerang dan bahkan mendekam dalam diri manusiaseperti hawa nafsu dan syetan. Mewaspadai lemahnya bashiroh, dan melandanya kesombongan kedalam jiwa, menjauhi dari semua larangan yang menyebabkan kemurkaan Alloh, kemudian menghiasi diri dengan sifat sabar. Ada juga yang berupa saran kuratif (penyembuhan) yang diantara bentuknya adalah istighfar dan taubat dari perbuatan dosa, kembali dan tunduk kepada-Nya, hijrah menuju kepada-Nya dan menyembuhkan hawa nafsu dengan sabar dan syukur. 
            Sedang buah yang dapat dipetik dari pendidikan imaniyah adalah : (1) meraih pahala dari Alloh Ta’ala dan ridha-Nya, (2) merasa senang dengan nikmat surga, (3) kelapangan dan kehidupan yang tenang dan tentram, (4) wajah yang berseri-seri, (5) tabiat yang lembut, (6) hati yang selamat dan tenang, (7) kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, disertai dengan malaikat dan dijauhkan dengan syetan, (8) hati yang lapang dan gembira, serta (9) fitnah yang selamat dan terjaga.
            Kedua : Tarbiyah Ruhaniyah. Ruh adalah unsur yang sangat berbeda dalam bentuk dan dzatnya dengan badan manusia yang bisa ditangkap panca indera. Ia adalah unsur Nur yang sangat lembut yang merasuk keseluruh anggota badan. Ruh ini memiliki arti dan pengertian yang bermacam-macam, ia berarti wahyu, kekuatan yang tetap, kadang diartikan sebagai ruh yang ditanyakan oleh orang-orang Yahudi, kadang berarti Isa Bin Maryam Alaihissalam. Sedang mengenai keistimewaan ruh adalah ia memiliki kecepatan yang luar biasa dalam menghilang, menyusup dan berpindah tempat, antara ruh-ruh manusia ini berbeda-beda : ada ruh yang selalu gembira dan lapang dada, ada juga yang sangat sedih dan sempit kehidupannya, ada yang baik dan ada juga yang sangat jelek, antara ruh dan  nafs adalah sama tidak ada perbedaan sama sekali. Sifat-sifat nafs ini ada empat macam, yaitu Ammaratun bis su’ (menyuruh kapada keburukan), dan lawwamatun mulawwamah (mencela diri sendiri) dan tercela, lawwamatun ghairu mulawwamah (mencela diri sendiri tapi tidak tercela), dan yang keempat adalah muthmainnah (jiwa yang tenang). Ruh itu bisa sakit dan meluncur ke bawah (ke derajat orang-orang yang hina) dan penyakit yang paling berbahaya bagi ruh adalah penyakit syahwat, dan syubhat, serta lalai dari hari akhirat dan  tempat kembali mereka di hari itu. Sedang obat bagi penyakit ini adalah cepat tanggap dalam berfikir dan merupakan kebalikan dari ghoflah (lalai) dan dengan kekuatan bashiroh yang mampu  menyembuhkan dan menghilangkan rasa sakit dan segala penyakit, dan dengan mendekatkan diri kepada Alloh, takut kepada-Nya, membaca al-Qur’an dan dzikir kepada-Nya.
            Jika ruh telah sembuh dari penyakitnya, maka ia akan hidup dalam keadaan sehat, aman, tenang dan terbebas dari kegoncangan dan kegundahan, kebingungan dan ketercabikan. Sedang untuk mendidik ruh adalah dengan keimanan yang sempurna kepada semua yang diberitahukan Alloh Ta’ala, mengolahragakannya dengan pengarahan taklim (pengajaran), mendidiknya untuk selalu ada dalam kebahagiaan, sabar, tabah, berani, toleransi dan mengerjakan kebaikan sehingga kebaikan itu menjadi hal yang biasa dikerjakan. Sedangkan sarana yang paling tepat untuk mendidik ruh adalah qiyamul lail  (sholat malam), dan muhasabah (introspeksi) dalam setiap malam, merenungkan ciptaan Alloh, mengagungkan dan mengindahkan perintah-perintah-Nya dan menjaga diri agar tidak melewati batasan batasan-Nya.
            Adapun buah yang akan dipetik dari pendidikan ruh (tarbiyah ruhiyah) adalah jiwa akan menjadi mulia, terlindungi dari makar-makar syetan dan makar nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Tarbiyah ini akan menyelamatkan hamba dari adzab Alloh, murka dan dari kepedihan hukum-Nya. Ruh akan memperoleh kelembutan, kebahagiaan dan kegembiraan, dan ruh akan siap terbang menuju haribaan Rabb yang Maha tinggi berkat amal-amal yang telah dikerjakan, yaitu amal-amal shaleh.
            Ketiga : Tarbiyah Fikriyah,  yaitu usaha yang dikerahkan untuk mengembangkan fikiran, meluaskan wawasan dan daya fikir, baik usaha itu dilakukan oleh individu secara mandiri maupun kelompok. Adapun sarana dalam tarbiyah fikriyah ini adalah : memikirkan makhluk-makhluk Alloh, men-tadabburi ayat-ayat-Nya yang terbaca, yaitu al-Qur’an dan syari’at-Nya, istiqomah menjalankan perintah-Nya, mewaspadai diri dari maksiat kepada Alloh yang akan memadamkan cahaya bashirah, waspada terhadap taqlid buta yang mematikan peranan akal, dan memilih waktu yang tepat untuk merenung dan berfikir, yaitu ketika badan dalam keadaan tenang dan tenteram, lepas dari kesibukan dan hal-hal yang mengganggu fikiran dan konsentrasinya.
            Sedang buah dari ­tarbiyah fikriyah  ini adalah: (1) Factor utama untuk mendapatkan iman. (2) Menyingkap hakikat semua perkara yang dihadapi. (3) Membedakan antara wahm  (praduga) dan hakikat. (4) Menjaga jiwa dari hal-hal yang diharamkan. (5) Dasar semua ketaatan. (6) Meraih kebaikan hati sebanyak mungkin dan dapat diraih. (7) Taarbiyah fikriyah adalah kunci dari segala kebaikan. (8) Mewariskan dalam hati sebuah kekuatan dan kemampuan untuk mencari ilmu dan makrifat.
            Keempat, Tarbiyah Athifiyah, yaitu sebuah pendidikan yang berusaha menjadikan seluruh indra dan perasaan menghadap kearah Alloh Ta’ala, sehingga kecintaan hamba hanya tertuju kepada Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya. Akan tersulut kemarahan dan kebenciannya jika melihat  larangan-larangan Alloh dilanggar.
            Sesungguhnya cinta itu amal dari bagian hati, dan ia ada tiga macam: pertama, yang paling utama dan mulia adalah cinta karena Alloh; kedua, mencintai saudara seagama, semadzhab, seprofesi, karena kerabat atau karena sesuatu yang lain, dan ketiga, cinta karena ingin mendapatkan sesuatu yang diharapkan dari kekasih yang dicintai. Cinta yang terakhir ini adalah cinta semu yang akan cepat hilang dengan hilangnya sebab dan faktor yang mendorongnya.
            Cinta ini ada yang langgeng dan ada yang semu dan sementara. Cinta karena Alloh dan untuk Alloh akan menyelamatkan akidah, berbeda dengan cinta yang mendua, yang diserikatkan dengan Selain-Nya. Cinta karena Alloh akan bisa diraih dengan terus menerus berdzikir kepadan-Nya, syukur, membaikkan peribadahan kepada-Nya dan dengan takut akan adzabnya. Mencintai Alloh akan mendatangkan kebahagiaan dan ketenangan dalam jiwa berbeda dengan cinta yang mendua dan berbahaya, ia akan mendatangkan kemurkaan adzab dan kemarahan adzab dan kemarahan-Nya dan akan meninggalkan bekas yang jelek pada individu, keluarga dan masyarakat.
Kelima,  Tarbiyah Khuluqiyah, yaitu sebuah pendidikan yang bertujuan menghiasi diri mutarabbi (peserta didik) dengan akhlak yang utama, dan menjauhkannya dari akhlak tercela, agar peserta didiknya merasakan kelezatan hidup dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tarbiyah khuluqiyah ini adalah sebuah pendidikan yang menjadikan peserta didik mendapatkan ilmu yang makrifat yang dengannya seorang hamba yang mampu melihat kebaikan, jalan-jalannya dan tampak juga baginya jalan keburukan, peluang-peluang serta tempat-tempatnya. Bahasan mengenai tarbiyah khuliqiyah mencakup semua bentuk akhlak yang merupakan petunjuk dien ini dalam setiap bidang kehidupan, sebagaimana ia mencakup seluruh perinciannya seperti al-birr (berbuat kebaikan), menyambung silaturahmi, jujur, amanah,m sabar, syukur dan sebagainya.
Seorang pendidik (murobbi) sangat membutuhkan kepada tarbiyah khuluqiyah agar perkara dan urusannya menjadi lurus, keadaannya menjadi baik, selalu merasa keamanan dan kebahagiaan. Akhlak utama sangat berbeda dengan akhlak  yang rendah karena unsur yang dikandungnya berupa kebaikan yang yang dijadikan petunjuk oleh akal yang lurus dan fitrah yang selamat.
Adapun sarana tarbiyah khuluqiyah adalah: (1) Adanya qudwah sholihah (teladan yang baik), (2) Mengikutsertakan peserta didik dalam menjalankan sebagian akhlak utama seperti itsar, rela berkorban dan dermawan. (3) Melatih dan membiasakan berakhlakul utama, (4) Memuji Akhlak yang utama dan orang yang menghiasi dirinya dengannya. Adapun dasar dan  pondasi akhlak seorang muslim adalah taqwa kepada Alloh dan mencari ridho-Nya. Berbeda dengan dasar akhlak non-muslim bahwa pondasi akhlak mereka adalah sekedar meraih kemaslahatan diri semata. 
Keenam, Tarbiyah Ijtimaiyah, yang menjelaskan tentang bangunan kemaslahatan dan perasaan bermasyarakat, hak-hak bermasyarakat dan cara berinteraksi di tengah masyarakat, sehingga manfaat yang mereka raih dari masyarakat dalam ibadah-ibadah yang dikerjakan dengan berjama’ah.
Ketujuh, Tarbiyah Iradiyah, iradat adalah faktor pendorong untuk beramal. Dan kebahagiaan itu terbangun di atas dua pondasi, yaitu ilmu dan iradat. Manusia dinisbatkan pada dua pondasi ini yang terbagi menjadi beberapa kelompok, ada yang sempurna ilmu dan iradatnya, mereka adalah yang menempati tingkat yang tertinggi dan mereka ini adalah ulul azmi dari para rasul. Ada yang terhalang dari ilmu dan iradat, dan mereka ini lebih jelek dari orang-orang bodoh, ada pula yang memiliki iradat yang kuat tetapi kehilangan ilmu, jika ada orang yang mau menunjuki dan mengajarnya maka ia akan selamat dan beruntung.
Lemahnya iradat yang akan menyebabkan hilangnya kesempurnaan yang sesuai dengan maksud penciptanya, kemudian derajatnya anjlok sederajat dengan binatang ternak. Bagaimana tidak, karena rasulullah Saw berlindung dari terjangkiti rasa malas dan lemah. Sesungguhnya kesempurnaaan iradat tergantung objeknya, jika objeknya sempurna, maka iradat seseorang akan terangkat dan cita-citanya menjadi tinggi, demikian juga sebaliknya.
Adapun sarana tarbiyah iradiyah ini banyak macamnya, diantaranya mencintai sesuatu yang diridhai, karena cinta pendorong yang kuat menghantarkan seorang kekasih yang diridhai dan dicintai, tabah menghadapi penderitaan dan cobaan dalam meniti jalan  menuju yang diridhai  serta sabar didalamnya, melatih jiwa agar bersungguh-sungguh dalam beramal.
Kedelapan, Tarbiyah Badaniyah yaitu usaha dalam mendidik dengan member gizi, pengobatan dan olah raga. Gizi harus diperhatikan macam dan jumlah yang dibutuhkan dan pengobatan bisa terjadi dari gizi yang dberikan atau dengan obat yang berdosis sedang, kemudian dengan yang berukuran tinggi, tetapi yang paling baik adalah yang pertama: yaitu dengan gizi, sedang yang paling berbahaya adalah yang ketiga, yaitu dengan obat yang berdosis tinngi. Olah raga adalah sarana yang tepat dalam tarbiyah badaniyah, tetapi dengan syarat harus jauh dari unsure berlebihan, dan hendaknya dilakukan di waktu yang sesuai dengan badan dan kondisi dan perlu diketahui bahwa olah raga adalah sarana untuk taat kepada Allah, jadi bukan tujuan utama.
Dalam tarbiyah badaniyah harus diperhatikan adab dan etikanya: (1) orang yang melakukan olah raga harus dalam keadaan syukur kepada Allah, (2) penuh ketenangan dan ketentraman, (3) memiliki akhlak islami yang utama. (4) selalu memohon taufik dan kebenaran dalam setiap aktifitasnya. (5) tidak mendendam, menghina dan menertawakan lawan mainnya.
Kesembilan, Tarbiyah Jinsiyah yaitu usaha untuk melindungi seorang muslim dari penyimpagan sexual, sehingga terjaga hal-hal yang  diharamkan dan hanya cukup dengan yang dihalalkan. Adapun hal-hal yang mampu mengarahkan peserta didik ke dalam penjagaan seperti itu adalah: (1) Mengetahui nilai sperma, bahwa ia tidak boleh dikeluarkan kecuali dalam rangka mencari keturunan. (2) barang siapa yang tidak ampu mmenahan gejolak syahwatnya, sementara dia tidak mampu menikah, maka ia wajib atas puasa, karena puasa adalah obat yang terbaik baginya. (3) Menjauhi diri dari berlebih-lebihan dalam melakukan hubungan seksual karena hal itu akan membahayakan kesehatannya.
Sedang sarana tarbiyah jisniyah banyak macamnya, dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu sarana preventif dan sarana kuratif (penyembuhan). Sarana preventif meliputi: (1) Menjelaskan bahaya zina dan liwath, bahwa perbuatan itu akan mengakibatkan bahaya yang sangat besar. (2) Mawas diri dari mengumbar pandangan kepada hal-hal yang diharamkan untuk dilihat, dan menjelaskan bahwa pandangan salah satu anak panah iblis. (3) Menanamkan keyakinan akan adanya muraqabatullah (pengawasan) allah Azza wa Jalla. (4) Memperhatikan dan senantiasa mengawasi pandangan, pikiran, pembicaraan dan lisan serta tidak membiarkannya berkubang pada hal-hal yang diharamkan. (6) Menyibukkan hati dengan dzikir kepada Allah dengan merenungkan keagungan-Nya. (7) Menanamkan pengetahuan bahwa kemengangan atas hawa nafsu bisa diraih denagn takwa kepada Allah, Sabar dari maksiat, teguh dalam menjalani ketaatan dan menyabarkan diri dalam ketaatan tersebut. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada kegembiraan bagi hati dan kebahagiaan bagi ruh. (8) Tidak memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menuruti syahwat yang diharamkan, terutama syahwat farji (kemaluan) dan perut. (9) Mengisi kekosongan dengan hal yang bermanfaat dan baik, karena pengangguran adalah pangkal dari segala kerusakan. (10) Tidak menceburkan diri ke tempet-tempat kesia-siaan (lahwun), nyanyian dusta dan kebatilan. (11) melindungi peserta didik dari penyimpangan psikologi (tabi’atnya) dan kerusakan akhlak. (12) Tidak menerangkan kepada peserta didik pada masalah seks dan tidak pula melakukan hubungan seks di depan mata mereka. (13) Memperhatikans isi iman dan melatih peserta didik melakukan syiar-syiar taabudiyah (peribadahan).
Sedang sarana tarbiyah jisniyah melalui jalur sarana kuratif (penyembuhan), dapat dilakukan melalui hal-hal berikut: 1) meredam gelora syahwat dengan mengurangi makanan yang mengandung unsure pembangkit syahwat, dan meredam dorongan nafsu dengan puasa. 2) engendalikan pandangan mata. 3) menghibur diri atau jiwa dengan melakukan hal-hal yang mubah sebagai ganti dari yang diharankan. 4) Merenungkan keburukan dari hal-hal yang akan dilakukan. 5) Mengobati ruh dengan menjalankan ibadah dan menguatkan pendorong-pendorong dien (agama).
3. Muatan Ilmu Menurut Ibnu Qayyim
            Muatan ilmu menurut ibnu qayyim yaitu ilmu manusia adalah  kemampuan menyingkap hakikat sesuatu perkara dan mengetahui tingkat-tingkatannya. Yang membedakan pemikiran beliau mengenai makrifat adalah bahwa beliau memadukan antara keaslian ilmu dengan ruh pembaharuan (tajdid) yaitu ilmu itu senantiasa bersandar pada kitabullah dan sunnah Rasulullah tetapi tidak menutup kemungkinan mengambil dari sumber lain selama tidak bertentangan dengan dua paduan asal tersebut.
Sedang kegiatan belajar-mengajar (amaliyah tarbiyah) menurut beliau ada tiga unsur, yaitu: manhaj, muallim (guru), dan pelajar. Kesuksesan ini tergantung pada kesempurnaan manhaj dan ketepatannya. Sedangkan seorang muallim dalam kerjanya adalah dengan tertanamnya sifat-sifat muallim yang sukses, seperti taqwa, baik, sabar, kasih sayang, rahmat, mengetahui dengan benar tugas yeng sedang dijalaninya. Demikian juga pelajar yang mendukung kesuksesan tarbiyah adalah yang memiliki kecintaan penuh, kesungguhan dan keteladanan dalam mencari ilmu, mau bergaul dengan gurunya dengan adab-adab dan sifat yang baik, penuh penghormatan, kecintaan dan pengagungan.
Penutup
            Pada awal 2005, Syekh Sudaisy, salah satu Imam Masjid Al-Haram Mekkah pernah berkunjung ke Indonesia termasuk ke Masjid Abu Bakar Dieng Malang dan Masjid At-Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Dalam tausiahnya di Masjid Abu Bakar Dieng, beliau menjelaskan tentang konsep dakwah secara rinci yang intinya ada sembilan langkah yang dapat menyatukan dan memajukan umat Islam.  Setahun kemudian, penulis menemukan bahwa inti Syeh Sudaisy tersebut merujuk pada manhaj tarbiyah Ibnu Qayyim sebagaimana yang dibahas dalam makalah singkat ini. Dari keterangan ini apat mendukung kesimpulan penulis bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Qayyim sangat lengkap, rinci, jelas serta merupakan tarbiyah yang Rabbaniyatul Mashdar (bersumber dari Ilahi), layak dijadikan rujukan para ulama, kyai, juru dakwah, guru, pemikir, penyelnggara dan pelaksana pendidikan Islam sebagai upaya ikut membangun tamaddun umat yang unggul.



0 komentar:

Posting Komentar