PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN
AL-GHAZALI
Makalah
Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Sejarah Pendidikan
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Hamruni, M.Si
Disusun
Oleh:
Islahul
mawaddah (13410093)
Luluk
Kurniawati (12410220)
Miftahur
Rizqi (13410216)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Tahun Ajaran 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Nama lengkap
Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad at-Thusi Al-Ghazali yang dilahirkan pada
19 Desember 1111 M. Dia di kenal seorang teolog, seorang filosof, dan sufi
termashur. Dia dilahirkan di kota Ghazlah, sebuah kota dekat Thus di Khurasan,
yang ketika itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia islam dan
dia meninggal di kota thus setelah mengadakan perjalanan untuk mencari ilmu dan
ketenangan batin. Nama Al-Ghazali dan at-Thusi dinisbatkan kepada tempat
kelahirannya.
Dia lahir dari keluarga yang taat beragama dan hidup sederhana. Ayahnya
seorang pemital wol di kota thus. Latar belakang pendidikannya di mulai dengan
belajar Al-Quran pada ayahnya sendiri. Sepeninggalan ayahnya, ia dan saudaranya
dititipkan pada teman ayahnya yang bernama Ahmad ibn Muhammad al-Razaqani
seorang sufi besar. Dari teman ayahnya tersebut, Al-Gazali mempelajari ilmu
fiqih, riwayat hidup para wali, dan kehidupan spiritual mereka, selain itu dia
juga belajar menghafal syair-syair tentang mahabbah kepada tuhan.
Dalam kehidupannya, dia belajar
pengetahuan dasar di kota thus, salah satu kota khurasan wilayah parsi, dan
kemudian pindah ke Nisaphur dan kota ini dia berguru dengan ulama besar Imam
al-Haramain Abi al-Ma’ali al-Juwaini. Ahli fiqih syafi;iyah waktu itu. Berkat ketekunan dan kerajianan yang luar biasa dan
kecerdasannya yang tinggi, maka dalam waktu singkat, al-Ghazali menjadi ulama
besar dalam madzab syafi’i dan dalam aliran Asy’ariyah sehingga dia
dikagumi oleh gurunya al-Juwaini dan dan juga ulama pada umumnya. Setelah
al-Juwaini wafat, al-Ghazali meninggalkan Nisaphur menuju sebuah kota al-Askar.
Di tempat inilah dia bertemu dengan Wazir Nizamu al-Mulk, Wazir dari sultan
Malik Syah al-Saljuki. Pada waktu beberapa ulama terkemuka bersama-sama dengan
para wazir sepakat mengadakan tukar pikiran dan diskusi dengan al-Ghazali.
Dalam pertemuan ilmiah tersebut terjadi terjadi perdebatan diantara mereka. Di
saat itulah nampak keunggulan dan kelebihan al-Ghazali sehingga para ulama
memberi gelar dengan Fuhuhul Iraq.
Dengan demikian, meningkatlah
kedudukan al-Ghazali dihadapan Wazir dan akhirnya dia diangkat sebagai guru
besar di Madrasah Nizamul al-Mulk di Bagdad pada tahub 484 H. Suatu perguruan
tinggi yang mahasiswanya kebanyakan para ulama. Dia sangat disegani dan
dicintai karna kehalusan bahasa dan keilmuannya. Empat tahun lamanya dia
mengajar di madrasah tersebuat. Tumbuhlah dalam jiwanya perasaan zuhud dari
kehidupan duniawi, sehingga ditinggalkannya jabatan ini karena ingin hidup uzlah. Dia pergi ke Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji kedua kalinya pada tahun 488 H. Dan terus melanjutkan
perjalanan ke Damaskus. Di negri Damaskus tersebut, dia hidup menyepi dan
menjauhkan diri dari segala kesibukan duniawi. Kemudian dia pergi ke Mesir
tinggal beberapa waktu di Iskandariah, lalu kembali ke kampung halaman Thus.
Dinegrinya itu dia menyibukkan diri dengan karang mengarang kemudian pergi ke
Nisaphur untuk memberikan pengajian. Tetapi akhirnya dia kembali ke Thus lagi
menghabiskan sisa hidupnya untuk memberikan pengajajan dan beramal kebajikan
dan hidup sebagai sufi. Pada tahun 505 H atau 1111M beliau meninngal.
Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70
karya al-Ghazali meliputi berbagai ilmu pengetahuan, beberapa diantaranya yang
termashur sebagai berikut: pertama ihyaulum
al-din; kitabnya yang yang sangat penting dan mashur mengenai kalam,
tasawuf dan ahlak. Kedua Ayyuhal Walad sebuah
buku tentang ahlak. Yang penting dalam buku ini yaitu gambaran tentang
pemikirannya, riwayat studinya serta kedudukan yang dicapai di antara filosof-filosof Islam dan pengaruhnya terhadap
filsafat pada zamannya. Ketiga Fatihatul
Ulum,kitab ini menerangkan tentang signifikansi
ilmu pengetahuan dalam konteks taqarrub kepada
Allah SWT. Di samping itu dia juga menjelaskan
tentang arti penting kedudukan keihlasan dianatara diantara ilmu dan amal.
Dari beberapa karya al-Ghazali diatas, menunjukkan
bahwa keberadaannya dikenal sebagai seorang tokoh sufi, ternyata
memiliki perhatian sangat serius terhadap persoalan pendidikan. Tulisan ini
akan mengkaji tiga persoalan pokok pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan,
yaitu pengertian dan tujuan pendidikan, kurikulum dan proses belajar mengajar
dan metode pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
- Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan
Dalam mengungkapkan pemikiran al-Ghazali mengapa memiliki interes
terhadap pendidikan, karena dia pernah menjadi guru
pada masa Sultan Malik Syah dari Daulah Bani Saljuk pada pertengahan abad
kelima hijriyah di madrasah Nidzamiyah. Madrasah ini dibangun pada tahun 457 H
oleh Nizamul al-Mulk. Dalam madrasah ini, materi
pelajaran yang diberikan kepada murid hanya sebatas ilmu sya’riah.
Madrasah tersebut tidak mengajarkan ilmu-ilmu hikmah. Hal ini terbukti bahwa
ulama yang mengajar di madrasah tersebut adalah ulama dibidang syari’ah seperti
Abu Ishaq al-Syairazi, Imam al-Ghazali, dan al-Qazwaini. Sedangkan para ulama
yang ahlai pada bidang filsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan umum tidak ikut
memberi kuliah. Dengan demiakian dapat dikatakan pendiri dan pengajar madrasah
nidzamiayah bukan orang yang menaruh minat terhadap pengetahuan dan bukan pula
pendukung untuk penelitian ilmiah, sehingga pada zaman nidzamul al-Mulk ini
dikenal sebagai zaman mundurnya filsafat. Tetapi pada
zaman in menitikberatkan pada pendidikan agama dan bukan pendidikan umum.
Selama
proses belajar mengajar yang dilakukan al-Ghazali di madrasah tersebut, dia
menemukan berbagai persoalan anatara lain; Abu
Ishaq al-Syairazi tidak mau mengajar di madrasah ini dengan alasan bahwa
dana yang digunakan dalam pembiayaan proses belajar adalah dana dari harta
dzalim, dana yang digunakan dalam pembangunan madarasah adalah harta tidak
halal, pelajaran yang diberiakan di madrasah tersebut lebih menekankan pada
pelajaran syariah dan pelajaran ilmu hikmah tidak diberikan dan tidak menjadi
salah satu materi pelajaran yang akan diajarkan. Demikianlah keadaan Nidzamiyah
tempat imam al-Ghazali mengajar selama kurang lebih 4 tahun.kondisi tersebut membekas dalam hati al-Ghazali sehingga dia mulai berfikir bagaimanakah proses
pendidikan itu. Dari proses berfikir tersebut akhirnya
mendorong dia untuk keluar dari madrasah dan pergi ke syam dan hidup di masjid
al-Umawi sebagai seorang hamaba yang taat beribadah. Dia meninggalkan kemewahan dan mendalami suasana ruhaniyah serata
menyucikan diri dari noda dunia. Dari perjalanan pengembaraan tersebuta
akhirnya dia kembali ke Bagdad untuk meneruskan
mengajar lagi. Namun penampilannya berbeda dengan sebelumnya. Sewaktu
pertama berada di Bagdad, dia tampil sebagai guru ilmu-ilmu agama. Al-Ghazali tidak hanya sufi, melainkan seorang guru yang telah
benar-benar mengarifi ajaran Rasulluah sehingga telah mendarah daging pada
dirinya, dan akhirnya dia menemuakan makna
pendidikan yaitu proses menghilangkan akhlak yang buruk menjadi ahlah yang
baik.
Bertoalak dari perjalan al-Ghazali
dalam proses belajar dan mengajar di Madrasah Nidzamiyah, dan pengembaraan
serta hidup sebagai hamba di masjid al-Umawi dapat membentuk prilaku dia yang
relegius. Dibuktikan ketiaka ia kembali ke Bagdad untum mengajar kembali dengan
visi yang berbeda dari visi sebelumnya, yang secara
umum memiliki ciri khas yaitu warna relegius dan kerangkat etik yang mewarnai ciri
khasnya tentang makna pendidikan islam. Oleh karena itu dia tidak hanya terkenal sebagai seorang guru agama, tetapi juga
sebagai seorang iamma tokoh agama yang menghilangkan aklak yang buruk
dan menanamkan akhlak yang baik sebagai upaya untuk mendekatkan diri manusia
kepada Allah SWT.
- Pengertian dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Gazali
Pengertian pendidikan menurut al-Ghazali adalah
menghilangkan ahlak yang buruk dan menanamkan ahlak yang baik. Dengan
demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan
yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan yang
progresive pada tingkah laku manusia.
Dari pengertian diatas, al-Ghazali menitik
beratkan pada prilaku manusia yang sesuai dengan ajaran islam sehingga
di dalam melakukan suatu proses diperluakan sesuatu yang dapat diajarkan secara indoktrinatif atau sesuatu yang dapat diajadiakn mata
pelajaran. Hal ini didasarkan pada batin manusia yang
memiliki empat unsur yang harus di perbaiki secara keseluruhan serasi
dan seimbang. Keempat unsur tersebut meliputi : kekuatan
ilmu, kekuatan ”ghadhab” {kelemahan}, kekuatan syahwat {keinginan}dan
kekuat keadilan. Dengan terintegrasinya keempat unsur tersebut dalam diri manusia, maka diharapkan dapat melahirkan keindahan watak manusia.
Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan, menonjolkan
karakteristik religius moralis dengan tidak mengabaikan urusan kedunianian
sekalipun hal tersebut merupakan alat untuk mencapai
kebahagiaan hidup di akhirat, dalam buku al-Ghazaliu yang cukup terkenal
Ihya Ulumuddin yang disitir oleh
fathiyah hasan sulaiman dia menyatakan sebagai berikut :
“Dunia adalah ladang tempat permainan benih-benih
akhirat. Dunia adalah alat yang menghubungkan seseorang dengan Allah.
Sudah barang tentu, bagi orang yang menjadikan dunia hanya sebagai alat dan
tempat persinggahan, bukan bagi orang yang akan menjadikan sebagai tempat
tinggal yang kekal dan negri abadi”.
Bertolak dari pendapat diatas maka secara jelas dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan manurut al-Ghazali adalah kesempurnaan melalui pencarian keutamaan dengan menggunakan
ilmu. Dengan keutamaan tersebut maka akan memberikan
kebahagiaan di dunia serta sebagai jalan untuk mendekatkan kepada Allah
swt, sehingga dia akan mendapatkan pula kebahagiaan di akhirat nanti. Meskipun
demikian, al al-Ghazali tidak membuat lupa akan
pentingnya menuntut ilmu yang bersifat fardhu kifayah. Karena ilmu itu berkaitan dengan perkembangan zaman dan tuntutan
nilai, dan dengan ilmu seseorang akan mendapatkan kenikmatan dan
kesenangan tanpa melupakan sumbernya. Disamping itu ilmu-ilmu itu tersebut
tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama islam. Namun al-Ghazali lebih menekankan pada ilmu-ilmu yang bersifat
fardhu ain sebab ilmu dapat menyampaikan seseorang kepada kebahagiaan
yang abadi. Jalan itu hanya dapat dicapai dengan ilmu
dan amal. Dengan kata lain pangkal kebahagiaan di dunia dan diakhirat
adalah ilmu. Menurut pandangan al-Ghazali, ilmu adalah
amal yang paling utama baik yang bersifat fardhu ain maupun fardu kifayah.
- Kurikulum menurut Al-Ghazali
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan.
Dalam kaitannya dengan rencana dan isi, Al-Ghazali tidak mengutarakan secara
jelas berkenaan dengan sistem jenjang tertentu. Tetapi dia
membagi kurikulum didalam dua peringkat, yaitu peringkat dasar dan
peringkat menengah dan tinggi.
1.
Peringkat dasar
Kurikulum
peringkat dasar ini meletakkan pengajian Al-Qur’an
sebagai azasnya. Secara terperrinci, mata pelajaran yang seharusnya
diajarkan melipiti:
a. Belajar mengenal huruf dan membaca.
b. Belajar membaca Al-Qur’an.
c. Menulis beberapa ayat setiap hari dan
menghafalnya.
d. Mempelajari hadits Rosulullah.
e. Mempelajari kata-kata, ucapan dan
cerita-cerita Nabi dan cerita-cerita yang berkaitan dengan geagungan Islam yang
menekankan aspek akhlak, kemasyarakatan dan kejiwaan.
Tujuan dari penyusunan kurikulum untuk
peringkat dasar ini adalah untukmelahirkan rasa cinta terhadap kemuliaan
didalam pikiran kanak-kanak,
untuk menanamkan dihati mereka dengan kepribadian yang
murni, akhlak yang baik, keperwiraan, kejujuran, keadilan, persadaraan dan
perasaan persamaan.
Adapun kurikulum
peringkat ini lebih menekankan pada kemampuan dan keterampilan
dalam menulis dan membaca. Sedangkan usia yang dikategorikan masuk dasar
ini adalah sampai dengan usia baligh. Oleh
karena itu, Al-Ghazali menyarankan bahwa hendaknya
seseorang telah mengantarkan anaknya dalam usia 6 tahun kesekolah untuk belajar.
2. Peringkat menengah dan tinggi.
Dalam peringkat
menengah dan tinggi ini, kurikulum yang digunakan lebih
menekankan pada pencapaian suatu mata pelajaran tertentu secara tuntas, bukan kelulusannya. Materi pelajaran yang
diajarkan pada peringkat ini, meliputi mata pelajaran wajib dan mata pelajaran
pilihan.
a.
Mata pelajaran wajib
Pembagian mata pelajaran yang dilakukan Al-Ghazali terrsebut selaras
dengan pembagian ilmu yang diperkenalkan dengan dilakukan sedikit tambahan dan
penyesuaian. Al-Ghazali berpendapan bahwa tidak semestinya semua ilmu
dimasukkan kedalam kurikulum walaupun pada dasarnya tidak merupakan suatu
kesalahan sekitarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dimasukan.
Adapun unsur-unsur yang dimaasukkan dalam kategori
amali agama yaitu:
1.
Kepercayaan.
Unsur kepercayaan ini mengandung
pengajaran tentang pengakuan syahadah dan
pengerrtian penakuan tersebut. Hasil dari pengajaran tentang pengakuan syahadah
adalah tertanamnya keyakinan terhadap adanya surga dan neraka, hari kebangkitan
dan hari perhitungan.
2.
Amalan yang wajib.
a. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
cara mengambil wudhu dan sembahyang.
b. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
cara mengerjakan puasa dan kaidah yang bersangkutan dengannya.
c. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
zakat.
d. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
mengerjakan ibadah haji dan keadaan-keadaan yang bersangkutan dengannya.
3.
Amalan yang dilarang.
Dalam unsur larangan ini meliputi
larangan dari segi pengucapan, penglihatan, pemakaian, makanan dan minuman.
b.
Mata pelajaran fardhu khifayyah.
Imam Al-Ghazali membagi mata pelajaran
fardhu khifayyah ke dalam dua jenis mata pelajaran, yaitu:
1. Ilmu syar’iyyah
Ilmu-ilmu yang diperoleh dari nabi,
bukan ilmu-ilmu yang datang dai hasil kajian observasi/ eksperimen. Ilmu
tersebut terbagi menjadi 4 bagian, yaitu
a. Sumber (usul)
Sumber kitab Allah yaitu Al-Qur’an,
sunah-sunah Rosulullah, persejujuan ke semua orang islam, dan sirah para
sahabat.
b. Cabang-cabang (furu)
Semua perkara-perkara yang sudah diambil
dari sumber-sumber diatas. Ia juga merupakan pemahaman lanjutan terhadap apa
yang telah diutarakan oleh sumber-sumber asas.
c. Ilmu-ilmu alat (muqooddimat)
Sekumpulan mata pelajaran yang bersifat
alat didalam usaha untuk memahami ilmu-ilmu syar’iyyah.
d. Ilmu-ilmu tambahan (mutammimat)
Ilmu yang berhubungan dengan ilmu Al-
Qur’an yaitu ilmu taj’wid, ilmu tafsir, ilmu yang berkaitan dengan pengaaran
Al-Qur’an yaitu nasikh dan mansukh.
c. Ilmu keduniaan.
Ilmu keduniaan terbagi dalam tiga hal
yaitu: ilmu mahmud, ilmu madhmun, dan
ilmu mubah. Sedangkan untuk tujuan
proses belajar mengajar, ilmu-ilmu yang boleh diajarkan dikelas adalah
ilmu-ilmu yang bersifat mahmud dan mubah saja.
Ilmu yang bersifat mahmud terrkandung
dalam mata pelajaran sebagai berikut:
1. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
ilmu pengobatan.
2. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
ilmu hisab.
3. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
pertanian.
4. Mata pelajaran yang beraitan dengan
politik.
5. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
tenunan dan jahitan.
6. Mata pelajaran yang berkaitan dengan
undang-undang. Yakni undang-undang dunia yang digunkan untuk menuju ke jalan
akhirat.
Sedangkan ilmu yang bersifat mubah meliputi ilmu
kumpulan falsafah. Yang tergolong ilmu-ilmu tersebut antara lain: ilmu algebra
dan ilmu hisab, ilmu logika, ilmu ketuhanan dan ilmu fisika.
Ilmu algebra dan hisab dimubahkan karena ilmu
tersebut tidak membawa kesesatan. Ilmu logika karena ilmu ini
berhubungan dengan kajian tentang tabi’i, keadaan dan definisi buktiuntuk
memperkuat hujjah dan pembuktian. Dan ilmu ketuhanan karena ia merupakan ilmu
yang menguraikan perkara-perkara yang berkaitan dengan ketuhanan seperti sifat
dan sebagainya.
Kemudian ilmu logika dan ilmu ketuhanan
digabungkan dalam satu ilmu yang disebut dengan teologi. Menurut Al-Ghazali, ilmu teologi adalah ilmu yang memuat
perdebatan dan penghujahan namun ilmu ini tidak membawa kejalan akhirat.
Lebih lanjut, dia berpendapat usaha ahli-ahli teologi bukanlah untuk
memperbaharui pengakuan hati.
Sedangkan ilmu fisika merupakan ilmu yang berkaitan dengan berbagai sifat
unsur fisika yang berbeda, tabi’i dan perubahan yang berrlaku atas mereka.
Tetapi kadang kala ilmu ini bertentangan dengan kebenaran agama.
Adapun ilmu yang termasuk tidak berrguna adalah ilmu sihir, talismatik,
sikap mata, nujum dan sejenisnya. Ilmu tersebut tidak wajar dimasukkan dlam kurikulum.
Disamping itu, Al-Ghazali juga tidak membenarkan ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan ukiran patung, lukisan dan kesenian lain yang disebut dalam teknologi
modern sebagai fine arts dimasukkan juga dalam kurikulumkarena ilmu ini
melahirkan perasaan kurang sehat, menggagalkan kegairahan kepada kebendaan
serta tidak bernilai dari segi moral, keruhanian dan juga tidak membantu dalam
merealisasikan eksistensi manusia dan juga Allah. Meskipun demikian Al-Ghazali masih memberikan alternatif berupa perimbangan diantara
orientasi keduniaan dan keakhiratan dan diantara orientasi sekuler dengan
keagamaan didalam kurikulum.
a. Sebelum belajar, seorang
pelajar harus membersihkan dirinya dari kecenderungan yang buruk dan erangai
yang jelek. Ini disebabkan ilmu itu tempatnya
dihati. Disanpaing itu, mencari ilmu seperti melakukan penyembuhan hati serta
berdoa untuk kemurnian kehadiranya. Jadi, seandainya
seorang pelajar memiliki perangai yang buruk, mungkin mendapatkan ilmu tapi
ilmu yang diperoleh tidak berfaidah baginya.
b. Pelajar semestinyamemperhatikan
secara penuh kepada ilmu yang dipelajari dan tidak memalingkan perhatian
kepada masalah – masalah lain.
c.
Pelajar
tidak seharusnya menghina guru dan berbagai sikap
meninggikan diri keepada guru, sebaliknya dia
harus meyakini dan menghormati gurunya
d. Pelajar yang berada pada tingkat pemula hendaknya mendalami satu pendapat saja dan
jangan terlebih dahulu mengkaji pelbagi pendapat lain.
e. Pelajar seharusnya mendahulukan mempelajari ilmu yang utama terlebih dahulu.
f. Pelajar seharusnya menentukan, menilai dan memastikan nilai ilmu – ilmu tersebut
sehubungan dengan nilai – nilai agama.
g. Pelajar seharusnya tidak mempelajari semua mata pelajaran tetapi dia harus
membuat pilihan dan mendahulukan yang terpenting diantara yang ada.
Adapun
karakteristik belajar yang perlu dimiliki murid dalam
PBM adalah sebagai berikut :
a. Belajar merupakan ibadah
b. Memiliki landasan keagamaan dalam
belajar
c. Sikap sufi dalam menghadapi ilmu
d. Memiliki pandangan dasar yang mantap
sebelum berdiskusi
e. Pertautan antara berbagai ilmu
f. Belajar secara bertahap
g. Memahami urutan ( sequence ) dalam mengkaji suatu ilmu
h. Memahami nilai berbagai ilmu
i.
Mengerti
tujuan belajar
j.
Dapat
memanfaatkan ilmu yang dikaji
2. Langkah – langkah dalam PBM
Langkah – langkah yang
dilakukan baik oleh guru maupun murid dalam PBM sebagai berikut : diam, mendengar, mengulangi, melakukan, dan memberitahukan.
3. Strategi yang dapat dipilih oleh guru
dalam PBM
a. Guru hendaknya melahirkan
perasaan simpati kepada pelajarnya seolah – olah mereka adalah anaknya sendiri.
b. Guru tidak seharusnya
merasakan pelajaranya menjadi beban padanya bahkan harus memiliki perasaan
bahwa mengajar adalah kewajiban atas pelajaranya.
c. Guru seharusnya memberi
nasehat kepada pelajar tentang pengkajian mereka dan tidak seharusnya tidak
memberi tugas diluar kemampuan dan upaya mereka dalam arti pendidikan harus didasarkan pada
kemampuan pelajar
d.
Guru
hendaknya mengetahui kemamapuan pelajarnya dalam
memahami pelajaran
e. Guru hendaknya memberikan pelajaran
dengan mendasarkan kepada pada perbedaan pelajarnya.
4. Metode mengajar
Berdasarkan pada tulisan al-Ghazali
tentang pendidikan dia belum pernah menjelaskan tentang metoda mengajar secara
umum, kecuali tentang agama. Dia pernah menulis metode
khusus pendidikan agama untuk anak – anak yang dilengkapi dengan metode
pendidikan akhlak yang terpuji dan dilengkapi dengan keutamaan.
Perhatiaanya terhadap pendidikan agama dan akhlaq ini sejalan dengan pandangan
– pandangan beliau mengenai pendidikan.
Peristiwa
pendidikan al-Ghazali adalah menuntut adanya komunikasi timbal balik antara dua
manusia, yaitu guru dan murid. Berkaitan dengan hal ini, didalam
berbagai karyanya tentang pendidikan, dia telah memberikan tempat khusus yang
cukup besar mengenai pertautan antara kedua belah pihak . menurut pandanganya, guru dan murid merupakan dua pihak yang
saling berindentifikasi ( saling menyesuaikan diri ). Berpandangan bahwa
guru harus mengenal muridnya secarra utuh, holisitik,
baik saat mengajar maupun dalam hubungan social.
Keberhasilan suatu pendidikan banyak
ditentutkan oleh adanya hubungan kasih saying dan kecintaan antara guru dan
murid. Hubungan ini menjamin murid untuk merasa aman tentram berdampingan
dengan gurunya sehingga tidak takut padanya atau lari dari ilmunya. Alghazali berpandangan bahwa profesi keguruan merupakan
profesi yang paling mulia dan paling agung. Pandanganya ini diperkuat
dengan menukil ayat- ayat Allah dan Hadits-hadits Nabi. Dalam banyak
kesempatan, dia selalu memperkuat kedudukan guru yang tinggi, agung dan
senantiasa ditempatka dalam barisan para Nabi. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataanya dalam kitab Ihyaa `Ulum
al-Adin sebagai berikut :
“makhluK yang paling mulia di muka
bumi adalah manusia. Sedangkan yang paling mulia dari penampilanya adalah
kalbunya. Guru selalu menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan kalbu itu
serta menuntunya untuk dekat kepada Allah. Oleh karena itu, mengajarkan ilmu
tidak hanya termasuk aspek ibadah kepada
Allah tetapi juga khilafah Allah. Dikatakan sebagai khilafah Allah, karena
kalbu orang alim telah dibukakan oleh Allah untuk menerima ilmu yang merupakan
sifat Allah yang paling khusus. Orang alim ibarat bendaharawan yang mengurusi
khazanah Allah yang paling berharga. Dia diijinkan untuk menafkahkan dari
sebagian khazanah itu kepada setiap yang membutuhkanya. Adakah kedudukan seorang hamba sebagai perantara antara Rabnya
dengan makhluqnya untuk mendekatkan mereka pada Allah serta menuntun mereka
menuju surge, tempat mereka kembali.
Disamping hal diatas, al-Ghazali mengumpamakan pencapaian ilmu sebagaimana
mengumpulkan harta. Baik orang mencapai ilmu maupun orang yang
mengumpulkan harta mungkin akan berada dalam salah satu diantara empat keadaan
berikutt.
1. Dia mendapatkan harta atau ilmu,
kemudian menyimpan tanpa memanfaatkanya untuk kepentingan apapun
2. Dia menyimpan harta atau ilmunya , lalu
memanfaatkanya agar ia berkucupan
3. Dia mendapatkan ilmu atau harta,
kemdudian memanfaatknya untuk pribadinya.
4. Dia mendapatkan ilmu dan harta, kemduian
memanfaatkanya atau menyebarkanya untuk menolong orang lain.
Berkaitan dengan pencarian
ilmu dan harta tersebut al-Ghazali mengatakan bahwa
ilmu dapat di peroleh seperti halnya memperoleh harta, melalui empat tingkat,
yaitu : a). tingkat pencarian dan pengupayaan b). tingkat ketercapaian, dalam
arti ilmu mencukupi apa yang diperlukan, c) tingkat pengkajian evaluasi yaitu
pengkajian dan pemikiran tentang apa yang dicapai serta bagaimana
memanfaatkanya d) tingkat insight, merupakan tingkat yang paling mulia dan
agung dikerajaan langit.
al-Ghazali
memandang tingkat keempat sebagai tingkat yang paling mulia, sebab barangsiapa
berilmu, membimbing manusia memanfaatkan ilmunya bagi orang laing bagaikan
sebuiah matahari, selain menerangi dirinya juga menerang orang laing. Dia bagaikan minyak kasturi yang harum dan menyebabkan
keharuman kepada orang lain yang berpapasan denganya.
Adapun dasar – dasar mengajar metode yang disarankan al-Ghazali adalah
sebagai berikut: a) adanya hubungan kasih saying antara
guru dan murid b) adanya keteladanan guru, c) memahami karakteristik murid
teladan yang meliput: rendah hati , menyucikan diri dari keburukan, taat, dan Istiqomah, d) memiliki keluasan pandangan dan ilmu,
e) belajar tahap demi tahap, f) memperhatikan perbedaan intelektual murid, g)
pemantapan pemahaman, dan h) pemanfaatan kepribadian murid
5. Sifat dan peranan guru dalam PBM
Guru adalah public figure yang akan dijadikan
panutan para pelajarnya. Oleh sebab itu, perilaku guru baik yang
bersifat personal maupun social, senantiasa dijadikan parameter sebagai sosok
guru. Al-Ghazali menyebutkan beberapa sifat dan peranan yang dapat diperankan
oleh guru antara lain sebagai berikut ; a) sifat –
sifat guru, yaitu berakal sempurna, berakhlaq luhur, pantas diserahi amanat
mengajar anak, b) peranan guru, yaitu sebagai
pengajar dan pembimbing, sebagai pengkaji sejarah ; khususnya sejarah
pendidikan, sebagai pembimbing kehidupan keagamaan murid, sebgaia panutan
murid, sebagai suri tauladan, sebagai orang yang memahami perbedaan individual,
sebagai orang yang mengenali pribadi murid, sebagai pemegang prinsip – prinsip
dasar.
Bertolak dari sifat dan peran guru tersebut maka guru harus memiliki akhlak yang luhur karena ia menjadi public figure yang
patut diteladani dan diberi amanat untuk membimbing murid dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan, yaitu kesempurnaan manusia didunia dan diakhirat. Pembinaan
dan pembimbingan murid dari guru yang berakhlaq luhur sangat menentukan terbentuknya perilaku sebagai pencerminan
dari akhlaq al-karimah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
menurut al-Ghazali adalah menghilangkan
akhlaq yang buruk dan menanamkan akhlaq yang baik, karena dalam diri manusia
terdapat unsur yang harus diperbaiki secara keseluruhan dan terintegrasi yaitu
kekuatan ilmu, kekuatan ghadab (
amarah), kekuatan syahwat, dan kekuatan keadilan. Dengan terintegrasinya 4
kekuatan tersebut diharapkan dapat melahirkan keindahan watak manusia. Menurut
al-Ghazali, tujuan pendidika adalah taqarub
kepada Allah dan kesempurnaan manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan
akhirat.
Kurikulum pendidikan menurut al-Ghazali haruslah dirancang berdasarkan
tinggi dan rendahnya materi pendidikan. Kurikulum dibagi meliputi, kurikulum
tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat tinggi. Sedangkan dalam proses
belajar mengajar dia berpendapat bahwa transformasi ilmu pengetahuan dimulai
dari Allah kepada Malaikat Jibril, kepada Nabi Muhammad dan kemudia para guru
sampai sekarang. Dengan demikian, guru dalam pengertian akademik menurut al-Ghazali adalah seorang yang
menyampaikan sesuatu pada orang lain atau seorang yang menyertai suatu
institusi untuk menyempaikan ilmu pengetahuan
kepada para pelajarnya. Dalam kitab lain al-Ghazali juga mendefinisikan
guru adalah seorang yang menyampaikan
sesuatu yang baik, positif, kreatif, atau membina kepada seseorang yang berkemauan tanpa melihat umur walaupun
terpaksa melalui berbagai cara dan strategi
dengan tanpa mengharapkan ganjaran dan gaji.
DAFTAR PUSTAKA
Zainuddin,
dkk, Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Kontemporer, UIN Malang Press.
2009.
0 komentar:
Posting Komentar