PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI ~ Sejarah Islam

PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI



PENDIDIKAN MENURUT PEMIKIRAN AL-GHAZALI

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Sejarah Pendidikan
 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Hamruni, M.Si



http://fairuzelsaid.files.wordpress.com/2010/08/logo-uin-suka-baru-warna.jpg


Disusun Oleh:
Islahul mawaddah (13410093)
Luluk Kurniawati (12410220)
Miftahur Rizqi (13410216)




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Tahun Ajaran 2016
BAB I
PENDAHULUAN

            Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad at-Thusi Al-Ghazali yang dilahirkan pada 19 Desember 1111 M. Dia di kenal seorang teolog, seorang filosof, dan sufi termashur. Dia dilahirkan di kota Ghazlah, sebuah kota dekat Thus di Khurasan, yang ketika itu merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia islam dan dia meninggal di kota thus setelah mengadakan perjalanan untuk mencari ilmu dan ketenangan batin. Nama Al-Ghazali dan at-Thusi dinisbatkan kepada tempat kelahirannya.
Dia lahir dari keluarga yang taat beragama dan hidup sederhana. Ayahnya seorang pemital wol di kota thus. Latar belakang pendidikannya di mulai dengan belajar Al-Quran pada ayahnya sendiri. Sepeninggalan ayahnya, ia dan saudaranya dititipkan pada teman ayahnya yang bernama Ahmad ibn Muhammad al-Razaqani seorang sufi besar. Dari teman ayahnya tersebut, Al-Gazali mempelajari ilmu fiqih, riwayat hidup para wali, dan kehidupan spiritual mereka, selain itu dia juga belajar menghafal syair-syair tentang mahabbah kepada tuhan.
            Dalam kehidupannya, dia belajar pengetahuan dasar di kota thus, salah satu kota khurasan wilayah parsi, dan kemudian pindah ke Nisaphur dan kota ini dia berguru dengan ulama besar Imam al-Haramain Abi al-Ma’ali al-Juwaini. Ahli fiqih syafi;iyah waktu itu. Berkat ketekunan dan kerajianan yang luar biasa dan kecerdasannya yang tinggi, maka dalam waktu singkat, al-Ghazali menjadi ulama besar dalam madzab syafi’i dan dalam aliran Asy’ariyah sehingga dia dikagumi oleh gurunya al-Juwaini dan dan juga ulama pada umumnya. Setelah al-Juwaini wafat, al-Ghazali meninggalkan Nisaphur menuju sebuah kota al-Askar. Di tempat inilah dia bertemu dengan Wazir Nizamu al-Mulk, Wazir dari sultan Malik Syah al-Saljuki. Pada waktu beberapa ulama terkemuka bersama-sama dengan para wazir sepakat mengadakan tukar pikiran dan diskusi dengan al-Ghazali. Dalam pertemuan ilmiah tersebut terjadi terjadi perdebatan diantara mereka. Di saat itulah nampak keunggulan dan kelebihan al-Ghazali sehingga para ulama memberi gelar dengan Fuhuhul Iraq.
Dengan  demikian, meningkatlah kedudukan al-Ghazali dihadapan Wazir dan akhirnya dia diangkat sebagai guru besar di Madrasah Nizamul al-Mulk di Bagdad pada tahub 484 H. Suatu perguruan tinggi yang mahasiswanya kebanyakan para ulama. Dia sangat disegani dan dicintai karna kehalusan bahasa dan keilmuannya. Empat tahun lamanya dia mengajar di madrasah tersebuat. Tumbuhlah dalam jiwanya perasaan zuhud dari kehidupan duniawi, sehingga ditinggalkannya jabatan ini karena ingin hidup uzlah. Dia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji kedua kalinya pada tahun 488 H. Dan terus melanjutkan perjalanan ke Damaskus. Di negri Damaskus tersebut, dia hidup menyepi dan menjauhkan diri dari segala kesibukan duniawi. Kemudian dia pergi ke Mesir tinggal beberapa waktu di Iskandariah, lalu kembali ke kampung halaman Thus. Dinegrinya itu dia menyibukkan diri dengan karang mengarang kemudian pergi ke Nisaphur untuk memberikan pengajian. Tetapi akhirnya dia kembali ke Thus lagi menghabiskan sisa hidupnya untuk memberikan pengajajan dan beramal kebajikan dan hidup sebagai sufi. Pada tahun 505 H atau 1111M beliau meninngal.
Bertolak dari perjalanan hidupnya, lebih dari 70 karya al-Ghazali meliputi berbagai ilmu pengetahuan, beberapa diantaranya yang termashur sebagai berikut: pertama ihyaulum al-din; kitabnya yang yang sangat penting dan mashur mengenai kalam, tasawuf dan ahlak. Kedua Ayyuhal Walad sebuah buku tentang ahlak. Yang penting dalam buku ini yaitu gambaran tentang pemikirannya, riwayat studinya serta kedudukan yang dicapai di antara filosof-filosof Islam dan pengaruhnya terhadap filsafat pada zamannya. Ketiga Fatihatul Ulum,kitab ini menerangkan tentang signifikansi ilmu pengetahuan dalam konteks taqarrub kepada Allah SWT. Di samping itu dia juga menjelaskan tentang arti penting kedudukan keihlasan dianatara diantara ilmu dan amal. Dari beberapa karya al-Ghazali diatas, menunjukkan bahwa keberadaannya dikenal sebagai seorang tokoh sufi, ternyata memiliki perhatian sangat serius terhadap persoalan pendidikan. Tulisan ini akan mengkaji tiga persoalan pokok pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan, yaitu pengertian dan tujuan pendidikan, kurikulum dan proses belajar mengajar dan metode pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan
Dalam mengungkapkan pemikiran al-Ghazali mengapa memiliki interes terhadap pendidikan, karena dia pernah menjadi guru pada masa Sultan Malik Syah dari Daulah Bani Saljuk pada pertengahan abad kelima hijriyah di madrasah Nidzamiyah. Madrasah ini dibangun pada tahun 457 H oleh Nizamul al-Mulk. Dalam madrasah ini, materi pelajaran yang diberikan kepada murid hanya sebatas ilmu sya’riah. Madrasah tersebut tidak mengajarkan ilmu-ilmu hikmah. Hal ini terbukti bahwa ulama yang mengajar di madrasah tersebut adalah ulama dibidang syari’ah seperti Abu Ishaq al-Syairazi, Imam al-Ghazali, dan al-Qazwaini. Sedangkan para ulama yang ahlai pada bidang filsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan umum tidak ikut memberi kuliah. Dengan demiakian dapat dikatakan pendiri dan pengajar madrasah nidzamiayah bukan orang yang menaruh minat terhadap pengetahuan dan bukan pula pendukung untuk penelitian ilmiah, sehingga pada zaman nidzamul al-Mulk ini dikenal sebagai zaman mundurnya filsafat. Tetapi pada zaman in menitikberatkan pada pendidikan agama dan bukan pendidikan umum.
            Selama proses belajar mengajar yang dilakukan al-Ghazali di madrasah tersebut, dia menemukan berbagai persoalan anatara lain; Abu Ishaq al-Syairazi tidak mau mengajar di madrasah ini dengan alasan bahwa dana yang digunakan dalam pembiayaan proses belajar adalah dana dari harta dzalim, dana yang digunakan dalam pembangunan madarasah adalah harta tidak halal, pelajaran yang diberiakan di madrasah tersebut lebih menekankan pada pelajaran syariah dan pelajaran ilmu hikmah tidak diberikan dan tidak menjadi salah satu materi pelajaran yang akan diajarkan. Demikianlah keadaan Nidzamiyah tempat imam al-Ghazali mengajar selama kurang lebih  4 tahun.kondisi tersebut membekas dalam hati al-Ghazali sehingga dia mulai berfikir bagaimanakah proses pendidikan itu. Dari proses berfikir tersebut akhirnya mendorong dia untuk keluar dari madrasah dan pergi ke syam dan hidup di masjid al-Umawi sebagai seorang hamaba yang taat beribadah. Dia meninggalkan kemewahan dan mendalami suasana ruhaniyah serata menyucikan diri dari noda dunia. Dari perjalanan pengembaraan tersebuta akhirnya dia kembali ke Bagdad untuk meneruskan mengajar lagi. Namun penampilannya berbeda dengan sebelumnya. Sewaktu pertama berada di Bagdad, dia tampil sebagai guru ilmu-ilmu agama. Al-Ghazali tidak hanya sufi, melainkan seorang guru yang telah benar-benar mengarifi ajaran Rasulluah sehingga telah mendarah daging pada dirinya, dan akhirnya dia menemuakan makna pendidikan yaitu proses menghilangkan akhlak yang buruk menjadi ahlah yang baik.
            Bertoalak dari perjalan al-Ghazali dalam proses belajar dan mengajar di Madrasah Nidzamiyah, dan pengembaraan serta hidup sebagai hamba di masjid al-Umawi dapat membentuk prilaku dia yang relegius. Dibuktikan ketiaka ia kembali ke Bagdad untum mengajar kembali dengan visi yang berbeda dari visi sebelumnya, yang secara umum memiliki ciri khas yaitu warna relegius dan kerangkat etik yang mewarnai ciri khasnya tentang makna pendidikan islam. Oleh karena itu dia tidak hanya terkenal sebagai seorang guru agama, tetapi juga sebagai seorang iamma tokoh agama yang menghilangkan aklak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik sebagai upaya untuk mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT.
  1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Gazali
Pengertian pendidikan menurut al-Ghazali adalah menghilangkan ahlak yang buruk dan menanamkan ahlak yang baik. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan yang progresive pada tingkah laku manusia.
Dari pengertian diatas, al-Ghazali menitik beratkan pada prilaku manusia yang sesuai dengan ajaran islam sehingga di dalam melakukan suatu proses diperluakan sesuatu yang dapat diajarkan secara indoktrinatif atau sesuatu yang dapat diajadiakn mata pelajaran. Hal ini didasarkan pada batin manusia yang memiliki empat unsur yang harus di perbaiki secara keseluruhan serasi dan seimbang. Keempat unsur tersebut meliputi : kekuatan ilmu, kekuatan ”ghadhab” {kelemahan}, kekuatan syahwat {keinginan}dan kekuat keadilan. Dengan terintegrasinya keempat unsur tersebut dalam diri manusia, maka diharapkan dapat melahirkan keindahan watak manusia.
Pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan, menonjolkan karakteristik religius moralis dengan tidak mengabaikan urusan kedunianian sekalipun hal tersebut merupakan alat untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat, dalam buku al-Ghazaliu yang cukup terkenal Ihya Ulumuddin yang disitir oleh fathiyah hasan sulaiman dia menyatakan sebagai berikut :
Dunia adalah ladang tempat permainan benih-benih akhirat. Dunia adalah alat yang menghubungkan seseorang dengan Allah. Sudah barang tentu, bagi orang yang menjadikan dunia hanya sebagai alat dan tempat persinggahan, bukan bagi orang yang akan menjadikan sebagai tempat tinggal yang kekal dan negri abadi”.
Bertolak dari pendapat diatas maka secara jelas dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan manurut al-Ghazali adalah kesempurnaan melalui pencarian keutamaan dengan menggunakan ilmu. Dengan keutamaan tersebut maka akan memberikan kebahagiaan di dunia serta sebagai jalan untuk mendekatkan kepada Allah swt, sehingga dia akan mendapatkan pula kebahagiaan di akhirat nanti. Meskipun demikian, al al-Ghazali tidak membuat lupa akan pentingnya menuntut ilmu yang bersifat fardhu kifayah. Karena ilmu itu berkaitan dengan perkembangan zaman dan tuntutan nilai, dan dengan ilmu seseorang akan mendapatkan kenikmatan dan kesenangan tanpa melupakan sumbernya. Disamping itu ilmu-ilmu itu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran agama islam. Namun al-Ghazali lebih menekankan pada ilmu-ilmu yang bersifat fardhu ain sebab ilmu dapat menyampaikan seseorang kepada kebahagiaan yang abadi. Jalan itu hanya dapat dicapai dengan ilmu dan amal. Dengan kata lain pangkal kebahagiaan di dunia dan diakhirat adalah ilmu. Menurut pandangan al-Ghazali, ilmu adalah amal yang paling utama baik yang bersifat fardhu ain maupun fardu kifayah.



  1. Kurikulum menurut Al-Ghazali
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan. Dalam kaitannya dengan rencana dan isi, Al-Ghazali tidak mengutarakan secara jelas berkenaan dengan sistem jenjang tertentu. Tetapi dia membagi kurikulum didalam dua peringkat, yaitu peringkat dasar dan peringkat menengah dan tinggi.
1.      Peringkat dasar
Kurikulum peringkat dasar ini meletakkan pengajian Al-Qur’an sebagai azasnya. Secara terperrinci, mata pelajaran yang seharusnya diajarkan melipiti:
a.       Belajar mengenal huruf dan membaca.
b.      Belajar membaca Al-Qur’an.
c.       Menulis beberapa ayat setiap hari dan menghafalnya.
d.      Mempelajari hadits Rosulullah.
e.       Mempelajari kata-kata, ucapan dan cerita-cerita Nabi dan cerita-cerita yang berkaitan dengan geagungan Islam yang menekankan aspek akhlak, kemasyarakatan dan kejiwaan.
Tujuan dari penyusunan kurikulum untuk peringkat dasar ini adalah untukmelahirkan rasa cinta terhadap kemuliaan didalam pikiran kanak-kanak, untuk menanamkan dihati mereka dengan kepribadian yang murni, akhlak yang baik, keperwiraan, kejujuran, keadilan, persadaraan dan perasaan persamaan.
Adapun kurikulum peringkat ini lebih menekankan pada kemampuan dan keterampilan dalam menulis dan membaca. Sedangkan usia yang dikategorikan masuk dasar ini adalah sampai dengan usia baligh. Oleh karena itu, Al-Ghazali menyarankan bahwa hendaknya seseorang telah mengantarkan anaknya dalam usia 6 tahun kesekolah untuk belajar.
2.      Peringkat menengah dan tinggi.
Dalam peringkat menengah dan tinggi ini, kurikulum yang digunakan lebih menekankan pada pencapaian suatu mata pelajaran tertentu secara tuntas, bukan kelulusannya. Materi pelajaran yang diajarkan pada peringkat ini, meliputi mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan.
a.       Mata pelajaran wajib
Pembagian mata pelajaran yang dilakukan Al-Ghazali terrsebut selaras dengan pembagian ilmu yang diperkenalkan dengan dilakukan sedikit tambahan dan penyesuaian. Al-Ghazali berpendapan bahwa tidak semestinya semua ilmu dimasukkan kedalam kurikulum walaupun pada dasarnya tidak merupakan suatu kesalahan sekitarnya ilmu-ilmu tersebut tidak dimasukan.
Adapun unsur-unsur yang dimaasukkan dalam kategori amali agama yaitu:
1.      Kepercayaan.
Unsur kepercayaan ini mengandung pengajaran tentang pengakuan syahadah dan pengerrtian penakuan tersebut. Hasil dari pengajaran tentang pengakuan syahadah adalah tertanamnya keyakinan terhadap adanya surga dan neraka, hari kebangkitan dan hari perhitungan.
2.      Amalan yang wajib.
a.       Mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mengambil wudhu dan sembahyang.
b.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mengerjakan puasa dan kaidah yang bersangkutan dengannya.
c.       Mata pelajaran yang berkaitan dengan zakat.
d.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan mengerjakan ibadah haji dan keadaan-keadaan yang bersangkutan dengannya.
3.      Amalan yang dilarang.
Dalam unsur larangan ini meliputi larangan dari segi pengucapan, penglihatan, pemakaian, makanan dan minuman.
b.      Mata pelajaran fardhu khifayyah.
Imam Al-Ghazali membagi mata pelajaran fardhu khifayyah ke dalam dua jenis mata pelajaran, yaitu:
1.      Ilmu syar’iyyah
Ilmu-ilmu yang diperoleh dari nabi, bukan ilmu-ilmu yang datang dai hasil kajian observasi/ eksperimen. Ilmu tersebut terbagi menjadi 4 bagian, yaitu
a.       Sumber (usul)
Sumber kitab Allah yaitu Al-Qur’an, sunah-sunah Rosulullah, persejujuan ke semua orang islam, dan sirah para sahabat.
b.      Cabang-cabang (furu)
Semua perkara-perkara yang sudah diambil dari sumber-sumber diatas. Ia juga merupakan pemahaman lanjutan terhadap apa yang telah diutarakan oleh sumber-sumber asas.
c.       Ilmu-ilmu alat (muqooddimat)
Sekumpulan mata pelajaran yang bersifat alat didalam usaha untuk memahami ilmu-ilmu syar’iyyah.
d.      Ilmu-ilmu tambahan (mutammimat)
Ilmu yang berhubungan dengan ilmu Al- Qur’an yaitu ilmu taj’wid, ilmu tafsir, ilmu yang berkaitan dengan pengaaran Al-Qur’an yaitu nasikh dan mansukh.
c.       Ilmu keduniaan.
Ilmu keduniaan terbagi dalam tiga hal yaitu: ilmu mahmud, ilmu madhmun, dan ilmu mubah. Sedangkan untuk tujuan proses belajar mengajar, ilmu-ilmu yang boleh diajarkan dikelas adalah ilmu-ilmu yang bersifat mahmud dan mubah saja.
Ilmu yang bersifat mahmud terrkandung dalam mata pelajaran sebagai berikut:
1.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu pengobatan.
2.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu hisab.
3.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan pertanian.
4.      Mata pelajaran yang beraitan dengan politik.
5.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan tenunan dan jahitan.
6.      Mata pelajaran yang berkaitan dengan undang-undang. Yakni undang-undang dunia yang digunkan untuk menuju ke jalan akhirat.
Sedangkan ilmu yang bersifat mubah meliputi ilmu kumpulan falsafah. Yang tergolong ilmu-ilmu tersebut antara lain: ilmu algebra dan ilmu hisab, ilmu logika, ilmu ketuhanan dan ilmu fisika.
Ilmu algebra dan hisab dimubahkan karena ilmu tersebut tidak membawa kesesatan. Ilmu logika karena ilmu ini berhubungan dengan kajian tentang tabi’i, keadaan dan definisi buktiuntuk memperkuat hujjah dan pembuktian. Dan ilmu ketuhanan karena ia merupakan ilmu yang menguraikan perkara-perkara yang berkaitan dengan ketuhanan seperti sifat dan sebagainya.
Kemudian ilmu logika dan ilmu ketuhanan digabungkan dalam satu ilmu yang disebut dengan teologi. Menurut Al-Ghazali, ilmu teologi adalah ilmu yang memuat perdebatan dan penghujahan namun ilmu ini tidak membawa kejalan akhirat. Lebih lanjut, dia berpendapat usaha ahli-ahli teologi bukanlah untuk memperbaharui pengakuan hati.
Sedangkan ilmu fisika merupakan ilmu yang berkaitan dengan berbagai sifat unsur fisika yang berbeda, tabi’i dan perubahan yang berrlaku atas mereka. Tetapi kadang kala ilmu ini bertentangan dengan kebenaran agama.
Adapun ilmu yang termasuk tidak berrguna adalah ilmu sihir, talismatik, sikap mata, nujum dan sejenisnya. Ilmu tersebut tidak wajar dimasukkan dlam kurikulum. Disamping itu, Al-Ghazali juga tidak membenarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ukiran patung, lukisan dan kesenian lain yang disebut dalam teknologi modern sebagai fine arts dimasukkan juga dalam kurikulumkarena ilmu ini melahirkan perasaan kurang sehat, menggagalkan kegairahan kepada kebendaan serta tidak bernilai dari segi moral, keruhanian dan juga tidak membantu dalam merealisasikan eksistensi manusia dan juga Allah. Meskipun demikian Al-Ghazali masih memberikan alternatif berupa perimbangan diantara orientasi keduniaan dan keakhiratan dan diantara orientasi sekuler dengan keagamaan didalam kurikulum.
1.      Tugas pelajar dalam PBM
a.       Sebelum belajar, seorang pelajar harus membersihkan dirinya dari kecenderungan yang buruk dan erangai yang jelek. Ini disebabkan ilmu itu tempatnya dihati. Disanpaing itu, mencari ilmu seperti melakukan penyembuhan hati serta berdoa untuk kemurnian kehadiranya. Jadi, seandainya seorang pelajar memiliki perangai yang buruk, mungkin mendapatkan ilmu tapi ilmu yang diperoleh tidak berfaidah baginya.
b.      Pelajar semestinyamemperhatikan secara penuh kepada ilmu yang dipelajari dan tidak memalingkan perhatian kepada masalah – masalah lain.
c.       Pelajar tidak seharusnya menghina guru dan berbagai sikap meninggikan diri keepada guru, sebaliknya dia harus meyakini dan menghormati gurunya
d.      Pelajar yang berada pada tingkat pemula hendaknya mendalami satu pendapat saja dan jangan terlebih dahulu mengkaji pelbagi pendapat lain.
e.       Pelajar seharusnya mendahulukan mempelajari ilmu yang utama terlebih dahulu.
f.       Pelajar seharusnya menentukan, menilai dan memastikan nilai ilmu – ilmu tersebut sehubungan dengan nilai – nilai agama.
g.      Pelajar seharusnya tidak mempelajari semua mata pelajaran tetapi dia harus membuat pilihan dan mendahulukan yang terpenting diantara yang ada.
Adapun karakteristik belajar yang perlu dimiliki murid dalam PBM adalah sebagai berikut :
a.       Belajar merupakan ibadah
b.      Memiliki landasan keagamaan dalam belajar
c.       Sikap sufi dalam menghadapi ilmu
d.      Memiliki pandangan dasar yang mantap sebelum berdiskusi
e.       Pertautan antara berbagai ilmu
f.       Belajar secara bertahap
g.      Memahami urutan ( sequence ) dalam mengkaji suatu ilmu
h.      Memahami nilai berbagai ilmu
i.        Mengerti tujuan belajar
j.        Dapat memanfaatkan ilmu yang dikaji
2.      Langkah – langkah dalam PBM
Langkah – langkah yang dilakukan baik oleh guru maupun murid dalam PBM sebagai berikut : diam, mendengar, mengulangi, melakukan, dan memberitahukan.
3.      Strategi yang dapat dipilih oleh guru dalam PBM
a.       Guru hendaknya melahirkan perasaan simpati kepada pelajarnya seolah – olah mereka adalah anaknya sendiri.
b.      Guru tidak seharusnya merasakan pelajaranya menjadi beban  padanya bahkan harus memiliki perasaan bahwa mengajar adalah kewajiban atas pelajaranya.
c.       Guru seharusnya memberi nasehat kepada pelajar tentang pengkajian mereka dan tidak seharusnya  tidak memberi tugas diluar kemampuan dan upaya mereka  dalam arti pendidikan harus didasarkan pada kemampuan pelajar
d.      Guru hendaknya mengetahui kemamapuan pelajarnya dalam memahami pelajaran
e.       Guru hendaknya memberikan pelajaran dengan mendasarkan kepada pada perbedaan pelajarnya.
4.      Metode mengajar
Berdasarkan pada tulisan al-Ghazali tentang pendidikan dia belum pernah menjelaskan tentang metoda mengajar secara umum, kecuali tentang agama. Dia pernah menulis metode khusus pendidikan agama untuk anak – anak yang dilengkapi dengan metode pendidikan akhlak yang terpuji dan dilengkapi dengan keutamaan. Perhatiaanya terhadap pendidikan agama dan akhlaq ini sejalan dengan pandangan – pandangan beliau mengenai pendidikan.
            Peristiwa pendidikan al-Ghazali adalah menuntut adanya komunikasi timbal balik antara dua manusia, yaitu guru dan murid. Berkaitan dengan hal ini, didalam berbagai karyanya tentang pendidikan, dia telah memberikan tempat khusus yang cukup besar  mengenai pertautan  antara kedua belah pihak . menurut pandanganya, guru dan murid merupakan dua pihak yang saling berindentifikasi ( saling menyesuaikan diri ). Berpandangan bahwa guru harus mengenal muridnya secarra utuh, holisitik, baik saat mengajar maupun dalam hubungan social.
            Keberhasilan suatu pendidikan banyak ditentutkan oleh adanya hubungan kasih saying dan kecintaan antara guru dan murid. Hubungan ini menjamin murid untuk merasa aman tentram berdampingan dengan gurunya sehingga tidak takut padanya atau lari dari ilmunya. Alghazali berpandangan bahwa profesi keguruan merupakan profesi yang paling mulia dan paling agung. Pandanganya ini diperkuat dengan menukil ayat- ayat Allah dan Hadits-hadits Nabi. Dalam banyak kesempatan, dia selalu memperkuat kedudukan guru yang tinggi, agung dan senantiasa ditempatka dalam barisan para Nabi. Hal ini dapat dilihat dari pernyataanya dalam kitab Ihyaa `Ulum al-Adin  sebagai berikut :
makhluK yang paling mulia di muka bumi adalah manusia. Sedangkan yang paling mulia dari penampilanya adalah kalbunya. Guru selalu menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan kalbu itu serta menuntunya untuk dekat kepada Allah. Oleh karena itu, mengajarkan ilmu tidak hanya termasuk aspek  ibadah kepada Allah tetapi juga khilafah Allah. Dikatakan sebagai khilafah Allah, karena kalbu orang alim telah dibukakan oleh Allah untuk menerima ilmu yang merupakan sifat Allah yang paling khusus. Orang alim ibarat bendaharawan yang mengurusi khazanah Allah yang paling berharga. Dia diijinkan untuk menafkahkan dari sebagian khazanah itu kepada setiap yang membutuhkanya. Adakah kedudukan  seorang hamba sebagai perantara antara Rabnya dengan makhluqnya untuk mendekatkan mereka pada Allah serta menuntun mereka menuju surge, tempat mereka kembali.
            Disamping hal diatas, al-Ghazali mengumpamakan pencapaian ilmu sebagaimana mengumpulkan harta. Baik orang mencapai ilmu maupun orang yang mengumpulkan harta mungkin akan berada dalam salah satu diantara empat keadaan berikutt.
1.      Dia mendapatkan harta atau ilmu, kemudian menyimpan tanpa memanfaatkanya untuk kepentingan apapun
2.      Dia menyimpan harta atau ilmunya , lalu memanfaatkanya agar ia berkucupan
3.      Dia mendapatkan ilmu atau harta, kemdudian memanfaatknya untuk pribadinya.
4.      Dia mendapatkan ilmu dan harta, kemduian memanfaatkanya atau menyebarkanya untuk menolong orang lain.
Berkaitan dengan pencarian ilmu dan harta tersebut al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu dapat di peroleh seperti halnya memperoleh harta, melalui empat tingkat, yaitu : a). tingkat pencarian dan pengupayaan b). tingkat ketercapaian, dalam arti ilmu mencukupi apa yang diperlukan, c) tingkat pengkajian evaluasi yaitu pengkajian dan pemikiran tentang apa yang dicapai serta bagaimana memanfaatkanya d) tingkat insight, merupakan tingkat yang paling mulia dan agung dikerajaan langit.
al-Ghazali memandang tingkat keempat sebagai tingkat yang paling mulia, sebab barangsiapa berilmu, membimbing manusia memanfaatkan ilmunya bagi orang laing bagaikan sebuiah matahari, selain menerangi dirinya juga menerang orang laing. Dia bagaikan minyak kasturi yang harum dan menyebabkan keharuman kepada orang lain yang berpapasan denganya.
Adapun dasar – dasar mengajar metode yang disarankan al-Ghazali adalah sebagai berikut: a) adanya hubungan kasih saying antara guru dan murid b) adanya keteladanan guru, c) memahami karakteristik murid teladan yang meliput: rendah hati , menyucikan diri dari keburukan, taat, dan Istiqomah, d) memiliki keluasan pandangan dan ilmu, e) belajar tahap demi tahap, f) memperhatikan perbedaan intelektual murid, g) pemantapan pemahaman, dan h) pemanfaatan kepribadian murid
5.      Sifat dan peranan guru dalam PBM
Guru adalah public figure yang akan dijadikan panutan para pelajarnya. Oleh sebab itu, perilaku guru baik yang bersifat personal maupun social, senantiasa dijadikan parameter sebagai sosok guru. Al-Ghazali menyebutkan beberapa sifat dan peranan yang dapat diperankan oleh guru antara lain sebagai berikut ; a) sifat – sifat guru, yaitu berakal sempurna, berakhlaq luhur, pantas diserahi amanat mengajar anak, b) peranan guru, yaitu sebagai pengajar dan pembimbing, sebagai pengkaji sejarah ; khususnya sejarah pendidikan, sebagai pembimbing kehidupan keagamaan murid, sebgaia panutan murid, sebagai suri tauladan, sebagai orang yang memahami perbedaan individual, sebagai orang yang mengenali pribadi murid, sebagai pemegang prinsip – prinsip dasar.
Bertolak dari sifat dan peran guru tersebut maka guru harus memiliki akhlak yang luhur karena ia menjadi public figure yang patut diteladani dan diberi amanat untuk membimbing murid dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, yaitu kesempurnaan manusia didunia dan diakhirat. Pembinaan dan pembimbingan murid dari guru yang berakhlaq luhur sangat menentukan  terbentuknya perilaku sebagai pencerminan dari akhlaq al-karimah.











BAB III
                                                  PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan menurut al-Ghazali adalah  menghilangkan akhlaq yang buruk dan menanamkan akhlaq yang baik, karena dalam diri manusia terdapat unsur yang harus diperbaiki secara keseluruhan dan terintegrasi yaitu kekuatan ilmu, kekuatan ghadab ( amarah), kekuatan syahwat, dan kekuatan keadilan. Dengan terintegrasinya 4 kekuatan tersebut diharapkan dapat melahirkan keindahan watak manusia. Menurut al-Ghazali, tujuan pendidika adalah taqarub kepada Allah dan kesempurnaan manusia untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Kurikulum pendidikan menurut al-Ghazali haruslah dirancang berdasarkan tinggi dan rendahnya materi pendidikan. Kurikulum dibagi meliputi, kurikulum tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat tinggi. Sedangkan dalam proses belajar mengajar dia berpendapat bahwa transformasi ilmu pengetahuan dimulai dari Allah kepada Malaikat Jibril, kepada Nabi Muhammad dan kemudia para guru sampai sekarang. Dengan demikian, guru dalam pengertian akademik  menurut al-Ghazali adalah seorang yang menyampaikan sesuatu pada orang lain atau seorang yang menyertai suatu institusi untuk menyempaikan ilmu pengetahuan  kepada para pelajarnya. Dalam kitab lain al-Ghazali juga mendefinisikan guru adalah seorang  yang menyampaikan sesuatu yang baik, positif, kreatif, atau membina kepada seseorang  yang berkemauan tanpa melihat umur walaupun terpaksa melalui berbagai cara dan strategi  dengan tanpa mengharapkan ganjaran dan gaji.





DAFTAR PUSTAKA
Zainuddin, dkk, Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Kontemporer, UIN Malang Press. 2009.

0 komentar:

Posting Komentar